![]() |
Mbah Karno, juru kunci makam Ki Dalang Soponyono, saat prosesi Buka Selambu. Foto: Zahid Aofat |
Tradisi Buka Selambu banyak dijumpai di berbagai daerah, khususnya di Jawa. Salah satunya di petilasan Ki Dalang Sopo Nyono dan Nyai Ageng di Desa Bakaran, Juana, Pati.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan berbudaya merupakan sebuah harmonisasi lingkungan yang kompleks. Dalam perkembanganya, di Indonesia mempunyai beragam tradisi kebudayaan yang beragam, baik dari segi kesenian maupun asal-usul cerita dan legenda. Budaya yang menjadi embrio keberlangungan peradaban sebuah wilayah, selalu memberikan keharmonisan kehidupan antara tingkat kemajuan zaman dan lokalitas budaya yang bertahan. Hal ini mendorong berbagai macam metode penelitian dalam cara mempertahankan dan menjaga keaslian tradisi tersebut, tentu saja hal ini tidak akan berlangsung hanya dengan ilmuan yang apatis, dari sisi lain kita pertama-tama wajib mengetahui apa itu kebudayaan.Mengutip arti kebudayaan menurut Koentjaraningrat “Kebudayaan adalah seluruh gagasan dan rasa , tindakan serta karya yang di hasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Serta dari kebudayaan dapat tampak suatu watak (Ethos). Seperti yang tampak misalnya, gaya tingkah laku, atau benda-benda hasil karya masyarakat.”
Sebuah tradisi yang banyak kita jumpai di Indonesia maupun di negara lain, tak lain adalah warisan para nenek moyang terdahulu, misalnya mereka mengajarkan peradaban dan bersikap arif terhadap budaya, sering kita jumpai sekarang ini di sekitar kita masih ada saja tradisi yang menguat, salah satunya adalah tradisi yang berlokasi di kota Pati. Kota Bumi Mina Tani ini terletak pada pesisir utara pulau jawa. Salah satu tradisi budaya yang sangat mengakar di wilayah Pati khususnya desa Bakaran Wetan Kecamatan Juana.
Di sana terdapat tradisi buka selambu yang dilakukan setiap bulan Syuro (Muharam) yaitu acara haul atau sebagai peringatan lainya. Latar belakang adanya tradisi buka selambu itu sendiri adalah pedulinya masyarakat dengan leluhur yaitu tokoh dalang yang pernah kondang memainkan lakon Ramayana dan Mahabarata yang seolah cerita itu hidup, beliau adalah Ki Dalang Sopo Nyono serta Nyai Ageng. Masyarakat Desa Bakaran memanglah sangat kental dengan tradisi-tradisi dan membuatnya berbeda dengan desa-desa di sekitarnya, sehingga sangat menarik untuk dikaji atau diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.a. Bagaimana Sejarah Tradisi Buka Selambu di Desa Bakaran Wetan?
b. Kapan Pelaksanaaan Tradisi Buka Selambu di Desa Bakaran Wetan?
c. Di mana Tempat Dilaksanaan Tradisi Buka Selambu di Desa Bakaran Wetan?
d. Bagaimana Perlengkapan dan Persiapan Pelaksanaan Tradisi Buka Selambu di Desa Bakaran Wetan?
e. Apa Pengaruh Sosial Tradisi Buka Selambu di Desa Bakaran Wetan Terhadap Masyarakat Sekitar?
1.3 Tujuan
- Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.- Menjelaskan Sejarah Tradisi Buka Selambu.
- Menjelaskan Kapan Pelaksanaaan Tradisi Buka Selambu.
- Menjelaskan Tempat Pelaksanaan Tradisi Buka Selambu?
- Menjelaskan Perlengkapan dan Persiapan Apa Saja dalam Pelaksanaan Tradisi Buka Selambu.
- Menjelaskan Pengaruh Sosial Tradisi Buka Selambu Terhadap Masyarakat sekitar.
1.4 Metode Penelitian
Pada penelitian kali ini peneleliti menggunakan berbagai metode penelitian anatar lain:1.4.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sumber data primer dan sekunder. Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan dengan cara mewawancarai seorang informan. Informan yang dipilih secara selektif berdasarkan “siapa, mengetahui apa”. Sedangkan data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari sumber data. Data sekunder dapat diambil dari buku, koran, makalah, jurnal dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek penelitian.Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer karena data yang digunakan meupakan data yang berasal dari informan. Data primer dianggap paling cocok dengan penelitian ini, karena sebuah informasi akan langsung diperoleh dari informan melalui sebuah wawancara, sehingga data lebih akurat. Ketika sedang wawancara peneliti akan menggunakan alat bantu, misalnya, teks wawancara, buku catatan, recorder, kamera foto.
Alat bantu tersebut digunakan agar wawancara dapat berjalan lancar dan data wawancara bisa didokumentasikan dalam bentuk rekaman suara, gambar dan tulisan.
Data primer ini juga diambil dengan jalan observasi. Jadi sebelum mencari informan peneliti akan melakukan observasi lapangan, sehingga peneliti dapat mengumpulkan data sesuai metode yang dianggap paling cocok terhadap permasalahan dan informan.
1.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Sebuah penelitian yang berusaha memahami masalah nilai-nilai kebudayaan dalam kehidupan masyarakan Jawa pesisir peneliti menggunakan teknik observasi dan wawancara. Observasi dilakukan sebelum wawancara, jadi peneliti akan terjun langsung ke lapangan dan melakukan pengamatan untuk mengamati lingkungan fisik dan lingkungan sosial, termasuk aktivitas penduduk (baik aktivitas keagamaan, aktivitas sosial-budaya) interaksi-interaksi personal maupun komunal, dan peristiwa-peristiwa yang dianggap memiliki keterkaitan atau dapat lebih memberikan pemahaman mengenai gejala-gejala yang dipelajari.Setelah melakukan observasi peneliti akan mencari informan atau narasumber yang dianggap sesuai dengan objek penelitian. Selanjutnya informan diwawancarai oleh peneliti. Dalam wawancara ini, peneliti menggunakan wawancara jenis tidak terstruktur yaitu wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan. Wawancara jenis ini dianggap paling cocok, karena peneliti akan lebih bebas mengeksplor informan untuk mendapatkan sebuah informasi. Sehingga suasana wawancara pun akan terasa lebih dekat dengan sang informan.
![]() |
Wawancara dengan Ibu Watminah yang menjahit selambu petilasan Ki Dalang Sopo Nyono dan Nyai Ageng sejak 1982. Foto: Zahid Arofat |
1.4.3 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan sebuah cara yang lebih menekan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap sesuatu permasalahan. Penelitian kualitatif ialah penelitian riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis serta lebih menonjolkan proses dan makna. Tujuan dari penelitian kualitatif adalah memahami secara mendalam terhadap suatu masalah yang dikaji dan data yang dikumpulkan lebih banyak kata maupun gambar-gambar daripada angka (http://seputarpengetahuan.com).Peneliti juga menggunakan teori pendekatan sejarah, dengan teori ini peneliti mencoba mengungkap peristiwa objek kajian penelitian dengan mencari tahu asal-usul terjadinya sebuah objek kajian penelitian tersebut. teori ini sangat berhubungan dengan metode kualitatif. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teori pendekatan sejarah, sebuah objek kajian penelitian dapat dianalisis dalam aspek pemahaman secara mendalam mengenai sejarah asal-usul sebuah peistiwa lampau yang berpengaruh hingga sekarang.
1.5 Landasan Teori
Pengertian Kebudayaan menurut Koentjaraningrat dalam bukunya "Pengantar Ilmu Antropologi" istilah kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan dapat diberi pengertian sebagai hal hal yang bersangkutan dengan akal. Koenjaraningrat juga menjelaskan bahwa kata budaya dapat juga merupakan perkembangan lebih lanjut dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi.Apabila kita berbicara tentang kebudayaan maka kita akan langsung berhadapan dengan makna dan arti tentang budaya itu sendiri, seiring dengan berjalannya waktu banyak para ilmuwan yang sudah memfokuskan kajiannya untuk mempelajari fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat.
Geertz dalam bukunya “Mojokuto; Dinamika Sosial Sebuah Kota di Jawa" mengatakan bahwa budaya adalah suatu sistem makna dan simbol yang disusun dalam pengertian dimana individu-individu mendefinisikan dunianya, menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya, suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis, diwujudkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana dimana orang-orang mengkomunikasikan, mengabdikan, dan mengembangkan pengetahuan, karena kebudayaan merupakan suatu sistem simbolik maka haruslah dibaca, diterjemahkan dan diinterpretasikan.
Dalam perkembangannya, aliran Syclus (siklus) muncul, Rustam E Tamburaka (2002: 54-55) memaparkan tiga aliran atau konsepsi pengkajian sejarah yang berpengaruh dalam ilmu sejarah di antaranya:
- Aliran pertama, memandang bahwa kejadian sejarah (peristiwa) sebagai ulangan (syclis) dari kejadian terdahulu. Perulangan terjadi secara mekanis, merupakan lingkaran ulang. Percerminan dari pandangan pada ucapan (bahasa Perancis Histoire seprete). Menurut aliran ini sejarah tidak mempunyai tujuan dan tidak ada perkembangan. Manusia dalam sejarah tinggal menunggu perulangan kejadian saja.
- Aliran Religius (ketuhanan); aliran ini menafsirkan bahwa segala kejadian dalam sejarah semata-mata karena kehendak Tuhan. Manusia hanyalah merupakan pemegang peranan dari kehendak Tuhan.
c. Aliran Evolusi; yaitu aliran yang memandang seluruh kejadian dalam panggung sejarah manusia ada suatu garis yang menaik dan meningkat kearah kemajuan dan kesempurnaan.
Sementara itu, ritual buka kelambu merupakan kejadian terdahulu atau peristiwa sejarah yang terjadi secara mekanis dan berulang.menurut teori sejarah yang dikemukakan oleh rustam E Tamburaka dalam aliran pertama dijelaskan bahwa sejarah tidak mempunyai tujuan dan tidak ada perkembangan. Manusia dalam sejarah tinggal menunggu perulangan kejadian saja.
Dalam segi religius segala kejadian dalam sejarah semata-mata karena kehendak Tuhan. Manusia hanyalah merupakan pemegang peranan dari kehendak Tuhan,seperti halnya ritual buka kelambu yang bertujuan untuk menghormati jasa para leluhur.
Lalu dalam segi aliran evolusi aliran yang memandang seluruh kejadian dalam panggung sejarah manusia ada suatu garis yang menaik dan meningkat kearah kemajuan dan kesempurnaan.
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Tradisi Buka Selambu di Bakaran Wetan, Juana
Pada zaman hancurnya Majapahit yang pecah menjadi lima, Nyai Ageng dahulu adalah keturunan dari keluarga kaya. Beliau adalah anak ratu. Namun suatu hari dengan kesaktiannya beliau menyamar menjadi seorang pengemis. Kemudian beliau meminta makan kepada seorang penjual nasi yang juga sebagai penjual batu bata merah. Namun, penjual tersebut tidak mau memberikan makan kepada beliau.
Akhirnya Nyai Ageng menyumpahi kepada penjual tersebut bahwa jika kelak anak-cucunya atau orang yang bertempat tinggal didaerah tersebut menjadi penjual nasi, maka nasinya akan berserakan dan berantahkan. Dan, jika anak-cucu beliau akan membangun rumah atau bangunan menggunakan bata merah, maka bangunan tersebut akan roboh atau hancur.
![]() |
Petilasan Nyai Ageng. Foto: Zahid Arofat |
Ki Dalang Soponyono adalah sosok panutan yang mampu menjadi leluhur dengan keberagaman kesaktian dan kekeramatan beliau. Dahulu kala pada saat memainkan wayang, Ki Dalang Soponyono pernah mebuktikan kesaktianya mematikan semua lampu dalam acara pementasan wayang, hal ini karena sebab adanya pergulatan batin yang terjadi pada Dewi Ruyung Wulan yang tidak mau dijodohkan dengan R. Jasari, calon suaminya.
Karena ketidakmauan Dewi Rayung Wulan menerima pinangan dari R. Jasari itulah, maka Dewi Rayung Wulan meminta Ki Dalang Soponyono untuk mematikan semua lampu pada acara pementasan wayang di pernikahan Dewi Rayung Wulan. Atas dasar perintah Dewi Rayung Wulan, Ki Dalang Soponyono lalu mematikan semua lampu dengan kesaktian yang ia miliki, sehingga Dewi Rayung Wulan bisa melarikan diri dengan Ki Dalang Soponyono yang ia cintai itu.
Dari cerita itulah masyarakat percaya bahwa Nyai Ageng dan Ki Dalang Soponyono itu bukanlah manusia sembarangan. Beliau adalah orang yang sakti. Hingga kini cerita tersebut menjadi kepercayaan masyarakat Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juana, Kabupaten Pati, dan seluruh dalang.
2.2 Pelaksanaan Tradisi Buka Selambu di Bakaran Wetan, Juana
Tradisi buka selambu dilaksanakan pada bulan Suro atau yang disebut bulan pada kalender Jawa pada kalender masehi disebut tahun baru hijriah. Tradisi buka selambu ini tidak ditentukan tanggal berapa harus melaksanakan, numun lebih pastinya dilaksanakan pada bulan Suro. Pihak juru kunci dan panitia yang menentukan pelaksanaan buka selambu ini karena melihat aktivitas masyarakat yang berbeda-beda sehingga membutuhkan kesepakatan bersama antara pihak satu dengan yang lain.Pelaksanaan buka selambu memiliki rentang waktu sekitar 5-7 hari untuk melaksanakan pemasangan selambu yang baru. Pentas Kethoprak dilaksanakan pada malam hari stelah pelepasan/buka selambu dilaksanakan pada hari setelah pemasangan Selambu. Sedangkan pentas Wayang dilaksanakan setelah selambu selesai di pasang satu harinya seusai pemasangan selalu ada pagelaran wayang yang dimaikan seorang dalang pada malam harinya. Tradisi buka selambu ini dilaksanakan pada tanggal satu Suro dan pemasangan selambu pada tanggal delapan Suro pada itungan tanggal Jawa.
![]() |
Prosesi pencopotan selambu Ki Ageng Sopo Nyono. Foto: Zahid Arofat |
Setelah prosesi doa dilanjutan pelepasan selambu oleh ibu-ibu yang dibantu bapak-bapak. Bapak-bapak yang hadir hanyalah sebagian orang saja yang merupakan istri dari ibu-ibu yang hadir. Setelah selesai pelepasan selambu barulah acara bancakan dilaksanakan dengan berbagai jenis makanan yang tersedia.
2.2.1 Tempat Pelaksanaan Tradisi Buka Selambu di Bakaran Wetan, Juana
Tempat pelaksanaan Tradisi Buka Selambu dilakukan di balai desa dusun Bakaran Wetan Kec. Juana Kab. Pati. Lebih tepatnya di kepunden balai desa Bakaran Wetan – di dalam kepunden terdapat bangunan-bangunan antara lain yaitu patilasan Dalang Soponyono dan patilasan Buyut Nyai Ageng, joglo (balai desa). Bangunan-bangunan tersebut digunakan untuk acara sebelum dan puncak “Buka Selambu” berlangsung.Selambu yang akan dibuka yaitu selambu yang berada di dalam petilasan Dalang Soponyono dan Buyut Nyai Ageng. Sebelum dilakukannya puncak “Buka Selambu” para warga-warga yang terpilih atau yang mendapat kepercayaan dari juru kunci kepunden tersebut melakukan doa-doa di patilasannya Dalang Soponyono dan Buyut Nyai Ageng. Patilasan Dalang Soponyono terletak disebelah kirinya dari patilasannya Buyut Nyai Ageng.
![]() |
Petilasan Ki Ageng Sopo Nyono yang telah diambil selambunya. Foto: Zahid Arofat |
2.2.2 Perlengkapan dan Persiapan Pelaksanaan Tradisi Buka Selambu
Sebelum diadakannya tradisi buka selambu tentu terdapat banyak persiapan yang dilakukan, dari pembentukan panitia dan lain sebagainya yang berada di bawah lindungan kepala desa setempat.Menurut Mbah Karno (juru kunci) bahwa panitia sudah ada sejak dua puluh tahun yang lalu dan belum pernah diganti. Namun yang pernah diganti adalah kepala panitia pelindung, yaitu kepala desa yang secara otomatis dalam jabatannya hanya selama lima tahun. Artinya, sejak dua puluh tahun yang lalu kepala panitia pelindung telah ganti sebanyak empat kali karena tidak ada kepala desa yang menjabat selama dua periode.
![]() |
Proses pencucian selambu. Foto: Zahid Arofat |
2.2.3 Penentuan hari
Penentuan hari tradisi buka selambu ditentukan oleh juru kunci menggunakan hitungan jawa. Tradisi tersebut dibagi menjadi tiga acara, yaitu acara buka selambu yang dilaksanakan setiap tanggal satu syuro; acara masang selambu dilaksanakan pada tanggal delapan syuro; dan acara puncak, berupa pertunjukan wayang kulit yang dilaksanakan pada tanggal sembilan syuro (atau biasanya pada malam jumat kliwon).2.2.4 Penyiapan Selambu yang Baru
Dalam mempersiapkan selambu yang baru juru kunci akan menunjuk orang untuk menjahit selambu yang nantinya akan digunakan untuk mengganti selambu lama. Adapun orang tersebut adalah seorang wanita, dan biasanya akan terus menjahit setiap tahun sampai tua atau bahkan sampai meninggal. Adapun ketentuan bagi wanita yang menjahit selambu tersebut adalah tidak boleh menjahit ketika sedang dalam masa haid atau datang bulan. Sementara kain yang digunakan untuk selambu adalah kain berwarna putih.2.2.5 Penentuan Siapa yang Akan Mengganti Selambu
Banyak orang yang ingin mendapatkan berkah dari Ki Dalang Soponyono maupun dari Nyai Ageng sehingga banyak sekali orang yang ingin mengganti selambunya. Namun pada akhirnya sang juru kunci lah yang menentukan. Selama ini (selama Mbah Karno menjadi juru kunci) belum pernah sekalipun tidak ada orang yang ingin mengganti selambu. Mereka harus rela menanti tahun selanjutnya jika misalkan tahun ini belum bisa mengganti selambu.Orang yang mengganti selambu tersebut adalah orang yang akan membiayai segala prosesi buka selambu secara keseluruhan. Ketika peneliti menanyakan perihal nonimal materi yang dihabiskan kepada orang yang mengganti selambu, beliau tidak menjelaskan berapa nominalnya namun beliau menyebutkan bahwa materi yang dikeluarkan cukup untuk berangkat ibadah haji dua orang sekaligus. Adapun alasan mereka rela mengeluarkan materi yang tidak sedikit itu adalah demi mendapatkan berkah, sehat keluarga, pandai anak-anaknya, dan lain sebagainya.
2.2.6 Menyiapkan Makanan untuk Bancakan sebelum Buka-Pasang Selambu dan Acara Puncak
Sebelum acara buka dan pasang selambu dari sang juru kunci (biasanya keluarga juru kunci) terlebih dahulu menyiapkan makanan untuk bancakan atau selamatan. Makanan tersebut terdiri dari nasi, lauk (ikan bandeng), sayur asem, buah (semangka, jeruk dan pisang raja), bubur ketan hitam dan kacang ijo, air kelapa, dan nasi ketan.![]() |
Prosesi bancakan dan doa yang dipimpin oleh juru kunci. Foto: Zahid Arofat |
2.2.6 Persiapan Pencucian Selambu yang Telah Diambil
Ketika selambu lama diambil, maka selambu dan peralatan lainnya akan dicuci sebelum akhirnya diganti selambu yang baru. Persiapan untuk mencuci selambu itu tidaklah serumit seperti ketika mencuci gaman pada umumnya yang biasanya menggunakan kembang atau air kelapa. Namun pencucian tersebut hanya menggunakan saabun cuci pada umumnya ketika mencuci pakaian seperti biasa.Selambu yang telah dicuci ketika sudah kering nantinya akan disimpan di pepunden. Bukan dilelang seperti pada umumnya buka selambu di tempat-tempat lain.
2.3 Pengaruh Sosial Tradisi Buka Selambu Terhadap Masyarakat Sekitar
Pengaruh sosial terhadap kebudayaan, khususnya tradisi buka selambu yang dilakukan masyarakat desa Bakaran Wetan Juwana Kabupaten Pati, di pepunden petilasan Ki Dalang Sopo Nyono mempunyai pengaruh sosial dalam konteks pemaknaan suatu tradisi yang dilakukan setiap tahunnya, yaitu setiap bulan Syuro (Muharam ).Keterkaitan tersebut dapat dihubungkan dengan teori Menurut Max Weber dalam Berger (2004), tidakan sosial atau aksi sosial (sosial action), tidak bisa dipisahkan dari proses berfikir rasional, dan tujuan yang akan dicapai oleh pelaku. Tindakan sosial tersebut dapat dipisahkan menjadi empat macam tindakan menurut motifnya.
2.3.1 Tindakan untuk Mencapai Suatu Tujuan Tertentu
Tujuan dari diadakannya tradisi buka selambu ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai penghormatan atas eksistensi Ki Dalang Soponyono dalam perkembangan perwayangan secara universal, karena memang sosok Ki Dalang Soponyono pernah berhasil kondang dengan membawakan lakon yang seakan hidup dalam perwayangan Ramayana dan Mahabarata, ditelaah dari sisi sosiologis sangat terlihat sekali, bahwa banyak sekali tokoh-tokoh dalang yang ingin menjadi kondang, mereka banyak melakukan tradisi khalwat (ritual semedi) di areal petilasan pepunden Ki Dalang Soponyono.Hal ini mempunyai maksud dan tujuan untuk pengikatan nilai spiritualisme, dimana di tempat pepunden ini menurut kepercayaan yang berlaku yaitu tempat yang penuh keberkahan, karena memang dahulu kala Ki Dalang Soponyono bermakrifat (mendekatkan diri) pada Tuhan Yang Maha Esa di tempat itu.
2.3.2 Tindakan Berdasar Atas Adanya Satu Nilai Tertentu
Kebiasaan yang berlaku yaitu karena banyak para dalang yang mengunjungi tempat pepunden itu untuk merasakan nilai spiritualisme, hal ini mempunyai sebab karena keistimewaan Ki dalang Soponyono yang pernah kondang di dunia perwayangan pada zaman kerajaan Majapahit.Dari situlah, pastinya karena sebab ritual yang dilakukan Ki dalang Soponyono dengan kekhusyukan dan ketenangan batinya bermunajat pada Tuhan, sehingga secara nilai religi maka tempat tersebut menjadi berkah dan beda serta memiliki berbagai keistimewaan untuk berdoa dan bertawassul kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui perantara keberkahan tempat yang pernah digunakan Ki Dalang Soponyono tersebut.
2.3.2.1 Tindakan Emosional
Tindakan emosional masyarakat sekitar mempercayai bahwa penghormatan atas eksistensi Ki Dalang Soponyono dalam perkembangan perwayangan secara moral memang sangat tinggi. Sosok Ki Dalang Soponyono pernah berhasil kondang dengan membawakan lakon yang seakan hidup dalam perwayangan Ramayana dan Mahabarata.Ditelaah dari sisi emosional batin, hal itu sangat terlihat sekali bahwa banyak sekali tokoh-tokoh dalang yang ingin menjadi kondang. Mereka banyak melakukan tradisi khalwat (ritual semedi) di areal petilasan pepunden Ki Dalang Soponyono. Filosofi ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai pengikatan nilai spiritualisme para dalang.
2.3.2.2 Tindakan yang Didasarkan pada Adat Kebiasaan atau Tradisi
Setiap tahunnya masyarakat Desa Bakaran Wetan Juana, Pati, melakukan tradisi buka selambu di petilasan Ki Dalang Soponyono dan Nyai Ageng. Selambu/ kain putih penutup pepunden diganti setiap tahunnya oleh tokoh masyarakat, khusunya juru kunci dan abdi dalem yang sering menjaga petilasan tersebut.Kain selambu dijahit oleh penjaht khusus yang telah melakukan penyucian, yaitu dengan mandi besar terlebih dahulu dan tidak dalam sedang haid atau datang bulan. Hal ini juga dilakukan oleh semua warga dan abdi dalem yang mengikuti tradisi buka selambu tersebut. Tindakan ini mempunyai maksud dan tujuan sebagai tradisi yang diisi dengan niat baik dan suci, baik secara lahir maupun batin sehingga mempunyai kesakralan tersendiri dalam bentuk perwujudan luhur di tataran tradisi buka selambu itu sendiri. Dengan prosesi itulah menjadikan adat kebiasaan yang wajib dijalani dalam ritual buka selambu di pepunden Ki Dalang Soponyono.
Adapun tradisi dan kepercayaan yang telah melekat pada masyarakat setempat, antara lain:
- Tidak ada warga setempat yang menjadi penjual nasi
Menurut cerita, bahwa Nyai Ageng dahulu adalah keturunan dari keluarga kaya. Beliau adalah anak ratu. Namun suatu hari dengan kesaktiannya beliau menyamar menjadi seorang pengemis. Kemudian beliau meminta makan kepada seorang penjual nasi yang juga sebagai penjual batu bata merah. Namun penjual tersebut tidak mau memberikan makan kepada beliau.
Akhirnya Nyai Ageng menyumpahi kepada penjual tersebut bahwa jika kelak anak-cucunya atau orang yang bertempat tinggal di daerah tersebut menjadi penjual nasi, maka nasinya akan berserakan dan berantahkan. Dan, jika anak-cucu beliau akan membangun rumah atau bangunan menggunakan bata merah, maka bangunan tersebut akan roboh atau hancur.
- Tidak menggunakan masakan ayam dalam berbagai ritual
Diceritakan bahwa dahulu Ki Dalang Soponyono pernah beradu kesaaktian dengan Dampo Awang. Mereka bertarung ayam yang bukan merupakan ayam biasa. Ki Dalang Soponyono menggunakan ayam lurik sono (ayam yang membunyai banyak macam warna bada bulunya). Ketika kedua ayam mereka sedang bertarung, ayam Ki Dalang Soponyono hampir saja kalah. Kakinya hampir putus.
Ki Dalang Soponyono kemudian mengambil ranting kayu yang kemudian diikat pada kaki ayamnya yang hampir putus. Akhirnya ayam Ki Dalang Soponyono menang atas ayam Dampo Awang, meski Dampo Awang tidak mau mengakui kekalahannya.
Dari cerita tersebutlah, bahwa warga desa dilarang menggunakan ayam maupun memakannya dalam acara-acara ritual. Mereka menggantinya dengan ikan Bandeng.
- Tidak ada warga desa setempat yang naik haji (dulu)
Dari cerita sebelumnya, bahwa Ki Dalang Soponyono memiliki ayam. Beliau memirintahkan kepada seseorang yang bernama “Kaji” untuk merawatnya. Namun pada suatu hari Kaji ingin agar ayam tersebut bulunya terlihat bagus dan merasa hangat. Kaji kemudian memandikan ayam milik Ki Dalang Soponyono menggunakan air panas. Mengetahui hal tersebut Ki Dalang Soponyono berkata kurang-lebihnya seperti ini: “Hei, Kaji! Kamu gila, ya, memandikan ayamku menggunakan air panas?”
Setelah Ki Dalang Soponyono berkata seperti itu, Kaji pun akhirnya gila. Maka dari itu, banyak warga desa setempat yang berkeyakinan bahwa jika mereka berangkat “kaji” (dalam pengucapan lidah orang jawa yang berarti haji) akan menjadi gila. Memang menurut juru kunci pernah terjadi satu orang warga setempat yang gila setelah naik haji. Namun itu dulu. Sang juru kunci telah memberikan pengertian bahwa itu tidak benar, dan sampai saat ini sudah banyak warga desa setempat yang pergi haji.
Mengitari sumur keramat bagi calon pengantin dalam prosesi pernikahan
Ketika itu Ki Dalang Soponyono pernah membuat tujuh sumur dari batu bata yang disusun lalu beliau beradu kesaktian dengan Sunan Pekuwon. Beliau menantang untuk membuat tujuh sumur yang sama persis dengan sumur yang telah ada. Pembuatan itu diberi waktu selama semalam.
Namun, ketika semalam itu saampai pada matahari terbit baru enam sumur yang terselesaikan. Kemudian Sunan mengaku bahwa yang satu dia mengakui sumur yang dibuat oleh Ki Dalang Soponyono adalah buatannya. Lalu Ki Dalang Soponyono mengamatinya dengan saksama mengelilingi sumur itu. Sumur itu adalah benar buatannya.
Dari cerita tersebut bahwa jika calon pengantin dalam prosesinya terdapat tradisi mengitari sumur tersebut.
- Tidak ada bangunan yang menggunakan batu bata merah
Bagi masyarakat Desa Bakaran, menggunakan bata merah dalam mendirikan bangunan atau rumah adalah suatu pantangan. Hal itu seperti yang telah diterangkan pada poin sebelumnya, sehingga alternatif bagi masyarakat tersebut adalah menggunakan batu bata putih. Namun keyakinan tersebut hanya berlaku bagi masyarakat yang beragama islam saja. Begitu pun konsekuensi bagi yang melanggarnya.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kebudayaan yang melekat pada masyakat subuah masyarakat tentu tidak lahir begitu saja tanda adanya yang menciptakan. Demi penghormatan kepada leluhur atau nenek moyang yang menciptakan tradisi dan kebudayaan itu sendiri dapat memunculkan kebudayaan baru. Hal tersebut bisa berupa pantangan ataupun sesuatu yang harus dikerjakan.Seiring perkembangan zaman, teknologi dan juga informasi banyak dari tradisi budaya yang kian melemah hingga menghilang. Namun tidak semua dalam masyarakat yang melupakannya begitu saja. Desa Bakaran Wetan, misalnya. Sebuah desa di Juana Kabupaten Pati tersebut masih kental dengan tradisi dan kebudayaan yang masih melekat dalam masyarakatnya hingga sampai saat ini.
Hal tersebut dikarenakan kepercayaan masyarakat yang sangat kuat apabila sebuah tradisi maupun budaya tidak dilaksanakan, atau sebuah pantangan jika dilanggar akan menimbulkan bencana atau musibah bagi orang yang melanggarnya juga bagi masyarakat.
3.2 Saran
Dari penjelasan hasil penelitian lapangan pada bagian pembahasan sebelumnya, maka diharapkan kepada:- Masyarakat Pesisir Jawa di Desa Bakaran Wetan, Pati, harus saling bekerja sama dan tidak saling mementingkan kepentingan serta pendapat pribadi dalam menjaga warisan budaya, sehingga tradisi budaya Buka Slambu tetap lestari.
- Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat desa Bakaran Wetan Pati harus lebih bangga terhadap kebudayaan yang dimiliki. Tetap mempertahankan dan melestarikan kebudayaan sendiri, sehingga sebagai masyarakat Indonesia khususnya masyarakat desa Bakaran Wetan Pati harus tetap mempertahankan hak kekayaan intelektual kebudayaan pesisir di Jawa, khususnya Pati.
Pada dasarnya kebudayaan kita ini dari Sabang sampai Merauke puluhan budaya Indonesia tidak bisa terkira dan ternilai harganya. Kita sebagai generasi muda seharusnya bisa membudayakan dan melestarikan kebudayaan kita sendiri yaitu kebudayaan asli Indonesia.
- Pemerintah setempat agar memberi perhatian kepada budaya Buka Slambu yang ada di desa Bakaran Wetan Pati, Jawa Tengah, melalui penyuluhan masyarakat. Sebab, tradisi Buka Selambu tetap layak untuk dilestarikan namun tidak melanggar nilai-nilai agama.
Pemerintah dan segenap lapisan masyarakat harus saling bekerja sama, mendukung satu sama lain untuk melestarikan budaya Buka Slambu di desa Bakaran Wetan Pati ini ke arah yang lebih positif dan mampu menjadi warisan budaya yang dihargai, dibanggakan oleh seluruh masyarakat, baik sebagai budaya lokal maupun budaya nasional. Dengan demikian, budaya Indonesia akan semakin baik dan diakui sebagai budaya khas Indonesia yang unik, menarik, serta layak di publikasikan.
- Media juga turut berperan dalam mempublikasikan tradisi kebudayaan Buka Slambu ini agar masyarakat Indonesia khususnya Jawa dapat mengetahui sebuah tradisi kebudayaan yang mengandung nilai tradisi sakral dan perlu dijaga kelestariannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tamburaka, Rustam, E. 1999. Pengantar Ilmu Sejarah,Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta: Rineka Cipta.Tohir, Mudjahirin. 2013. Metodologi Penelitian Sosial Budaya. Semarang: Fasindo Press.
http://www.kompasiana.com/inthand/konsep-perubahan-sosial-budaya-dalam-masyarakat_552a86e76ea8346218552d34 diakses pada hari Jumat, 23 Oktober 2015 Pukul 22.30 WIB.
http://seputarpengetahuan.com diakses pada hari Sabtu, 24 Oktober 2015 Pukul 10.13 WIB.
![]() |
Foto peneliti atau penyusun bersama juru kunci. Foto: Zahid Arofat |
Tim Penyusun: Zahid Arofat, Resza Mustafa, Elsa Pebriatanti, Sidiq Wahyu Nugroho, Yudha Kurniawan, Latifa Afif, Septyaningsih
Komentar