Langsung ke konten utama

Antologi Puisi


CERMIN DIRI
Oleh: Mega Dessy Ratnasari
 
Waktunya telah tiba, untuk segera melepas keterikatan
Rambut ini mulai rontok, seakan semuanya makin parah
Bisa juga lama-lama menjadi botak
Aku tak peduli, ku anggap semuanya baik-baik saja
Tidak menutup kemungkinan masanya akan datang
Bersamaan dengan sakit yang memudar
Masih ingat kalau aku sedang sakit? Tentu kau lupa
Perempuan macam apa aku? Biadab mungkin
Ada yang bilang kalau aku tak tahu diri
Ya, ada benarnya
Kata orang aku tak tahu malu, ku benarkan saja
Bisa juga kaca dirumahku terlalu kecil
Atau, lama-lama aku tidak membutuhkannya
Untuk apa? Berdandan?
Ingat, aku ini perempuan biadab jadi tidak butuh kaca
Pecah saja, kemudian buang


DIAMBANG KEBODOHAN
Oleh: Mega Dessy Ratnasari
 
Kejiwaan pasti pas untuk di bicarakan
Berimajinasi tanpa mengenal batas normal
Beberapa hari ini kualami
Hilang kendali dengan beragam keabu-abuan
Sepertinya diambang ketakutan tapi menutup
Layaknya aku membuat kurungan, anggap saja penjara
Lengkap dengan gembok dan kuncinya
Hahaha aku tertawa lepas sedang air mengucur di pelupuk
Menyalah dan dipersalahkan memutar isi kepala
Baiknya aku segera masuk kurungan yang kusiapkan
Ku gembok kemudian buang kuncinya sejauh mungkin
Enak bukan, membuat perangkap diri sendiri
Aku memang bodoh
Melemahkan yang sebenarnya tidak mau lemah
Menjatuhkan yang sebenarnya tidak mau jatuh


KEDEWASAAN TAK MENJANJIKAN
Oleh: Mega Dessy Ratnasari
 
Jatuh dan menjatuhkan diri beda rasa
Sakit dan meyakitkan diri juga beda
Jatuh itu datangnya pada cibiran mulut ke mulut
Sakit itu akibatnya juga dari banyak mulut-mulut berkeliaran
Bagaimana menyikapi itu jadilah suatu sikap
Yang benar dan salahnya tercampur aduk dengan bingung
Bingung dalam memikirkan suatu cara penyelesaian
Penyelesaian yang harusnya tak terbantahkan
Dalam atau dangkal suatu pemikiran tertuang di situ
Yang satu berkata kebaikan tapi di samping menuju kejelekan
Semata-mata mengindahkan dan ujungnya menyakitkan
Aku merasa dan dirasakan
Perempuanku masih di batas kata normal
Aku bisa membedakan kata muda dan dewasa
Bisa menjelaskan kata positif dan negatif
Bahkan bisa menegaskan kata benar dan salah
Mungkin aku memerlukan perorangan sebagai pengingat
Tapi aku tidak membutuhkan pengingat yang watak aslinya malah menggugat
Aku suka diperingatkan tapi jangan dijatuhkan
Aku suka diperhatikan tapi jangan berlebihan
Aku suka diistimewakan tapi jangan keterlaluan
Aku butuh pembimbing tapi bukan yang mengambil kesempatan
Aku butuh penasehat tapi bukan yang menuju kemaksiatan
Aku menilai kedewasaan Anda
Aku melihat kebaikan melekat pada diri Anda
Percaya dan sangat percaya itu                                       
Tapi mengapa kepercayaan berubah jadi kebencian
Tertimpa pada diri sendiri
Dan harusnya segera lari agar terhindar pada ketajaman duri
Perlu adanya berpikir seribu kali
Karena jebakan ini teramat ahli
Kenyamanan yang selalu diberikan kini tak ada arti
Ku siapkan beribu cara pula untuk melarikan diri
Hingga akhir menunjukkan aku dapat berdiri diatas kakiku sendiri


             


LIANG
By: Arifa Rachmi Putri

Termangu beratap langit biru
Memikirkan pikiran yang kosong
Ujung lurus penuh dengan tingkungan tajam
Langkah kaki seakan tak berarah
Pandanganpun berlahan menghilang
Harapan sudah tak lagi bersemi dihati
Seolah perasaan ini sudah tak lagi dapat dikendalikan
Tak ada satu pun orang yang bersemayam di sini
Tapi aku tetap tekad pada keyakinan ku
Terus terjang badai tak jadi halangan
Langkah kaki semakin berat
Pikiran semakin kosong dan hilang
Sudah tak ada lagi yang dapat menolong
Aku sendri mengahadang menerjang
Dan takdir pun memnggilku
Bersemayam sudah aku bersama Tuhan


Janji Suci
By: Arifa Rachmi Putri

Rindangnya daun menjadi saksi kita
Saksi bahagia yang tak terbatas
Satu janji kau ucapkan dengan setulus hati
Tak akan pernah ada yang lain
tak akan kau hianati kepecayaanku
senyum merona penuh dengan keyakinan
seolah hanya diri ku yang kau cinta
hari itu Menjadi hari yang sempurna
kemeriahan suasana menggambarkan perasaan kita
perasaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya
aku berjanji dibawah langit biru
akan selalu menyayangi dan mecintai mu
melahirkan keturunan dari mu
menjadi ibu dari anak-anak mu
menjadi istri untukmu suamiku
sudah melingkar cicin manis dijari ku
tak akan pernah terlepas dan terganti
karena hanya maut yang dapat memisahkan kita


NEGERIKU
By: Arifa Rachmi Putri

Tanah ini menjadi saksi kelahiran ku
Ditanah ini aku dibesarkan
Dikenalkan dengan berbagai macam budaya
Di besarkan dalam adat dan budaya nenek moyang ku
Pola pikir ku seakan enggan jauh dari itu
Pola tutur ku menjadi identitasku
Jiwa ini sudah menyatu pada adat dan budaya ku
Jauh aku pergi
Tak menjadikan alasan untuk lupa atau melupakan
Kekayaan ku sudah meluap kemanca Negara
Tak ada yang dipermalukan dari tanah ku
Mempertahankan kekayaan ku sudah menjadi kewajiban utama
Bangga ku padamu
Terus aku berkarya padamu
Cinta ku tanah air ku
Indonesia



           
Tak Ku Mengerti
Oleh: Zahid Arofat

Tak ku mengerti jalan pikiranmu
Kau minta aku menerimamu, 
Ku menerimamu kau acuhkan aku
Kau minta aku menyambutmu, Aku menyambutmu kau abaikan aku

Tak ku mengerti isi hatimu
Kau tuntut aku setia, Aku  setia engkau mendua
Kau tuntut aku perhatian, Kau ku perhatikan aku kau abaikan

Tak ku mengerti jalan pikiranmu
Kau ingin aku selalu ada, Aku ada kau anggap aku tiada
Kau ingin aku bersuara, Aku bersuara kau diam saja

Tak ku mengerti isi hatimu
Kau ingin aku mati, Aku sakit saja kau tangisi
Kau ingin kita terlihat mesra, Ku dekatimu saja kau tak rela

Tak ku mengerti jalan pikiranku
Kau temukan hidup yang manis, Tapi aku justru menangis
Kau temukan hidup yang bahagia, Kau bahagia aku terluka

Tak ku tahu isi hatiku
Kau di sini ku rasakan sesak, Kau tak di sini hatiku retak
Kau tersenyum ku tertegun, Kau bersedih hatiku perih

Tak ku mengerti jalan pikiranku, Tak ku mengertipula jalan pikiranmu
Tak ku mengerti isi hatiku, Tak ku mengerti pula isi hatimu
Sungguh ku rasa hati dan pikiranku menjadi beku..


Di Mana Kau?
Oleh: Zahid Arofat

Di mana Kau yang menjadi cahaya?
Sementara kini ku rasa gulita.
Di mana Kau yang menjadi tongkat?
Sementara kini mataku tak lagi melihat.
Di mana Kau yang jadi sandaran?
Sementara kini tubuhku tiada penopang.
Di mana Kau yang jadi selimut?
Sementara kini ku menggigil nadi tak berdenyut.
Di mana Kau yang akan selalu ada?
Sementara kini ku hampir tiada.
Di mana Kau?

Mereka bilang Kau-lah pengasih,
Di mana Kau saat ku rasa sedih?
Mereka bilang Kau punya segalanya,
Di mana Kau saat ku tak punya apa-apa?
Mereka bilang Kau-lah penolong,
Di mana Kau saat ku gemetar dengan perut kosong?
Mereka bilang Kau selalu melihat dan mendengar,
Di mana kau saat ku lemas dan terkapar?
Mereka bilang Kau selalu adil dan bijaksana,
Di mana Kau saat ku berjuang dan menderita?
Di mana Kau?

Sebutir Embun
Oleh: Zahid Arofat

Biarkanlah aku rela,
Menjadi sebutir embun di musim kemarau,
Menggantung di ujung dedaunan;
Diterpa angin timur;
Lalu jatuh dan teruai pada tanah yang rindu akan hujan.
Bahkan mentari pun tak sudi menyapa,
Lalu, dihapuskaannya jejak itu.



Tembok
Oleh: Agus Setyo Purnomo

Kau tahu tembok raksasa china ?
Kau tahu menara eifell ?
Kau tahu menara pisa ?
Jauh, memang jauh
Bila kau hanya melihat tanpa berusaha
Apa kau tahu Borobudur?
Apa kau tahu monas
Ya, dekat memang dekat
Tapi terasa jauh jika ada dinding penghalang.
Begitulah cinta,
Akan terasa dekat
Jika cinta hidup di dalam hati.
Akan terasa jauh pula
Jika api cinta di dalam hati terhalang oleh rasa benci

Gunung Kidul
Oleh: Agus Setyo Purnomo

Gunung Kidul,
Bukan gunung yang ada di kidul.
Gunung kidul,
Melainkan hamparan pantai nan biru.
Gunung Kidul,
Bukan soal dinginnya cuaca gunung
Gunung Kidul,
Melainkan hamparan pegunungan kapur.
Lalu kenapa harus Gunung Kidul ?
Ada apa dengan Gunung Kidul ?
Bahkan apa kau tahu Gunung Kidul ?
Ya itu adalah Harta karun tiada bernilai,
Tempat indah tiada dua,
Hamparan pasir putih suci,
Tegarnya batu karang,
Berdiri mengangkang menantang samudera.
Gemulainya tarian ombak laut kidul
Hanya ada di Gunung Kidul.

Melody kesakitan
Oleh: Agus Setyo Purnomo

Matahari hilang, turunlah malam
Angin berhembus tiada penghalang
Jalanan berdebu semakin buram
Raut muka berubah jadi muram
Apakah penyebab gerangan ?
Rasa sakit karena kekecewaan.
Ya kekecewaan
Lalu, kekecewaan seperti apa ?
Indahnya hayalan tak pernah bertemu dengan kenyataan,
Lalu kau terpojok sendiri, sendiri di sudut kota ini
Lalu alunan melody tak bernada mulai muncul mengiringi
Entah suara apa ini?
Kau merasa semakin sakit hati
Tapi kau sungguh menikmati.
Sungguh kelam, nada apakah ini ?
Begitu menyayat hati tapi kau sungguh menikmati


 


              RINDU
Oleh: Nur Malita Safitri

Dikala senja mulai tiba
Burung berlomba kembali pada sarangnya
Bernyanyi berirama menemani pena
Gemulai menari-nari diatas panggungnya
Jejak untaian kata hati tambatannya
Hati akan luapan rindu masa lalu
Bergandeng tangan menghadirkan cinta
Menjelma kenangan manis
Bingkai kebersamaan tersusun rapih
Namun siapa kita?
Hanya seonggok bertunduk pada takdir
Tak berdaya oleh kuasa Maha Tinggi
Tetapi bukan menjadi haknya
Menyalahkan waktu yang terus melingkar
Jarak yang semakin membentang
Karena waktu telah menjadi pupuk rindu
Karena jarak telah menjadi tebaran cinta
Tumbuh lalu mengembangkannya
Bahkan gunung  pun malu menjadi tandingannya

Semarang, 21 Mei 2015



PEDIH
Oleh: Nur Malita Safitri

Malam sepi berselimut caci
Otak melayang melalang buana
Peluh hati menetes tak terhenti
Teringat hamba akan tuannya

Seketika, tertahan asa bak di surga
Tawa canda mengindahkan ingatan
Lalu kembali terbawa nafas neraka
Kembali pada pisau dan goresan

Kini kita bisu tak bersua
Berbalik bertentangan arah tujuan
Hidup bagai seorang amnesia
Berbuah tangan sekantong luka

Semarang, 21 Mei 2015

INI MERDEKA?
Oleh: Nur Malita Safitri


Kau bilang ini negara
Mereka bilang kita merdeka
Namun darimana cara pandangnya
Untuk bicara saja haram hukumnya

Semanis anggur celotehan para anggota
Bukan main muak mendengarnya
Duduk-duduk santai di laut derita
Memandang hamparan miskin kanan kirinya

Dibiarkan jerit tangis menyumbat telinganya
Bau menyengat dari tanah lahirnya bahkan diacuhkannya
Sungguh, dosa apa leluhur mereka
Sampai kaca tak sudi menerimanya

Semarang, 21 Mei 2014





“Aku Ingin”
(oleh Barokah Muhazetty)

Aku ingin seperti mereka
Aku ini apa? Hanya benalu kehidupan
Tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana

Seperti daun yang akan bergerak karena  angin
Aku ingin seperti angin, yang berguna untuk semesta
Aku ingin seperti tanah, yang menjadi pijakan manusia

Aku ingin seperti hujan
Meski dia tahu betul bagaimana rasanya sakit  jatuh berkali-kali
Dia akan tetap kembali, tak akan lelah dan berhenti
Ya, aku ingin……

Semarang, 22 Mei 2015

“Sakit Hati”
(Oleh Barokah Muhazetty)

Darah yang aku hiraukan
Darah yang tak terlihat
Sakit, tapi aku bertahan

Aku hanya  diam
Aku tahu, darah itu akan muncul
Aku tahu, darah itu akan hilang

Darah..
Kamu, yang membuat darah ini keluar dan hilang
Darah, yang berwarna merah dan berbentuk hati
Itu cinta
Sakit, tapi aku  bertahan

Semarang, 22 Mei 2015

“Long distance Relationship ”
(Oleh Barokah Muhazetty)

Awalnya indah ketika bertemu
Mungkin terkesan memuakkan
Tapi aku bahagia

Namun…
Takdir, hidup,dan  masa depan
Membuat kita jauh, Tak terlihat
Hanya suara  tak bertuan

Itu tidak lama
Sampai dimana titik, aku sudah tahu akhir cerita  hubungan ini.
Sekian..Tak berlanjut
Bahkan tak saling kenal
Jarak dan waktu memang kejam.


Semarang, 22 Mei 2015




                       
Harapan Sepi 
Oleh: Arif Hidayat
 
hidupku seperti bulan tanpa bintang
tak ada satupun cahaya yang menemani bulan
seiring berjalanya waktu apakah akan berubah
tak ada yang tau arah kedepan


RENUNGAN
Oleh: Arif Hidayat
 
Memikirkan tentang matahari
Bukankah manusia sudah terlalu terbiasa dengan matahari
Hingga mereka tidak menyadari keberadaannya
Bahkan enggan untuk sekedar memandangnya

Lihatlah bulan
Kehidupan alam ini
Yang setiap hari menerangi belahan bumi
Memancarkan cahaya dan kehidupan
Bukankah manusia sudah terlalu terbiasa dengan bulan
Bahkan untuk sekedar memandang

Manusia sudah terlalu terbiasa dengan beribu-ribu kenikmatan dialam
Hingga mereka lupa untuk sekedar menyukurinnya
Kenikmatan disaat sehat baru terasa saat sekarat
Kenikmataan kekayaan baru terasa saat tak punya apapun
Entahlah apalagi yang dilupakan


BERTANYA-TANYA
Oleh: Arif Hidayat

Teman, apa itu teman?
Apakah beribu-ribu orang disekelilingmu disaat kamu senang?
Pacar, apa itu pacar?
Apakah satu orang disekelilingmu yang membuat lupa beribu-ribu orang tadi?
Sahabat, apa itu sahabat?
Apakah beberapa orang disaat beribu-ribu orang mengabaikanmu dan pacar meninggalkanmu?
Apa arti semua itu
                                                                              



Adakah..
Oleh: Dewi Monica Sari
 
Kegelapan yang membuatku resah
Seperti kabut yang datang
Dan entah kapan hilang
Hanya waktu memang

Sesekali aku melihat keatas
Adakah cahaya yang akan menyinari
Rasa yang akan mensejukan hati
Yang akan bersemayam ditubuh ini

Aku tak ingin seperti daun terhempas
Melayang, hilang, tanpa arah
Meski rasa ini tak mampu ungkapkan, hanya terpendam.
Masih adakah.... harapan......


Hey
Oleh: Dewi Monica Sari
 
Hey..
Aku bolehkah memanggilmu dengan nama khusus?
Tapi hanya aku yang boleh menyebutkannya, egois memang.
Tapi dari situ aku mengenalmu, ingin terus mengenalmu.

Sampai pada akhirnya aku mendapatkanmu, menjadi kekasihku.
Sungguh tak menyangka kau suka padaku.
Indah tak bisa ku ungkapkan.
Hanya harapan indah  di angan-angan.

Sampai saat ini aku terus berteriama kasih,
Kau hadir merubah pandanganku pada lelaki
Terima kasih hal terindah,
Aku tak ingin berpisah.




Ikan pesut.
Oleh: Dewi Monica Sari

Apa kabar?
Aku sudah lama tak bersua denganmu..
Bagaimana udara disana?
Ku harap kau sehat selalu.

aku masih ingat dulu,
ketika aku memegang perutmu diatas motormu.
Dari situ aku selalu memanggilmu ikan pesut.
Iya, perutmu besar seperti ikat itu.

Dulu kita selalu berdua ketika zaman sekolah,
Sekarang  ketika kita sudah masing-masing kau dengan siapa?
Ku harap sosoknya tak sama denganku yah...
Sampai ketemu liburan tahun ini, sahabatku.





Menolak Rindu
Oleh: Gina Mardani
 
Kegundahanku sebenarnya menunggu jawaban
Antara distorsi realita dan memori lama
Aku menunggu
Tapi kau hanya menganggapku
Bayangan semu

Adamu seakan membuat dekat
Antara malam dan siang,
Membuat dekat bumi dan bulan
Tapi
Malah menjauhkan kita
Seakan kau mainkan melodi sengsara
Semarang, 2015



Untuk Kau
Oleh: Gina Mardani
 
Untuk dikau yang sedang menyebrangi laut Arafuru
Teruslah dayung perahumu
Hingga pulau kan kau peluk
Sebab Tuhan takkan pernah meninggalkanmu
Dalam ombak kesedihan yang menggulung bahagiamu

Untuk kau yang sedang mendaki puncak piramida cartenz
Tantanganglah langit dengan tapak-tapak kakimu
Dekaplah Tuhan lebih mesra, lebih dekat lagi dari biasanya

Untuk kau yang mengarungi padang Sahara
Temanilah unta-unta yang kehausan
Sebab kau akan tahu bagaimana bulatnya bumi
Gelapnya malam
Dan terangnya bintang gemintang

Dan untuk kau yang menyatu dengan bumi di Amazon
Lampaui batas-batas nafasmu
Sebab Tuhan takkan lari membiarkanmu bercumbu dengan takdir
Walau sebab ada sakit yang harus direngkuh
Kan ada pula surga yang kau harap penuh
Semarang, 2015



Kau Dendam Aku, Kudekap Sakitmu dengan Lebih Mesra
Oleh: Gina Mardani
 
Aku
Tak berdusta
Padamu,

Sungguh!



UNTUK NEGERI
Oleh: Irlinza Farah Embarsari

Senja sore ini,
ribuan bintang mengantri untuk menunjukkan diri,
serupa kita yang masih berdampingan sama sisi,
ribuan langkah penerus generasi untuk negeri,
mau berhenti atau terus menjalani,
untuk melanjutkan apa yang pernah diperjuangkan.

Enam puluh Sembilan tahun sudah mendeklarasikan diri,
Dengan tetes darah dan perjuangan yang tanpa henti,
Semoga segalanya tidak berhenti sampai di sini.

Untuk negeri dimana kita memulai bermimpi,
Haruskan kita masih berdiam diri?
Menyombongkan apa yang sudah dimiliki,
Hingga lupa sebagian telah hilang dan pergi.

Untuk negeri yang penuh pengharapan,
Dari yang pernah memperjuangkan,
Tugas kita, melanjutkan.

Terimakasih pahlawan,
Dan selamat meneruskan perjuangan,
Wahai generasi mendatang.


JAKARTA, AKU JATUH CINTA
Oleh: Irlinza Farah Embarsari

Ada jarak yang membuat dekap tak ingin lepas,
Ada kamu yang membuat rindu tak pernah semu,
Ada rasa yang semula biasa menjadi istimewa.
Termakasih telah menjadi baik pada setiap buruk yang pernah ada,
Semoga langit mengumpulkan rinduku sampai kita bertemu,
Dan semesta menyatukan doa kita agar tidak ada lagi hati yang terluka.
Doaku, meski tidak ada yang selamanya,
Semoga hatiku jatuh kali ini untuk terakhir kalinya.

Kamu, baik-baik ya disana,
Jakarta, aku jatuh cinta.


BOLEH AKU KEMBALI
Oleh: Irlinza Farah Embarsari

Boleh aku kembali? Sebentar saja,
Hanya untuk memastikan kamu benar-benar bahagia.
Boleh aku kembali? Sedetik saja,
Untuk menatap mata yang tak pernah berhasil menyembunyikan apapun dariku.
Boleh aku kembali? Sejenak saja,
Akan kupinjamkan telingaku untuk setia mendengar keluh kesah perjalananmu.
Boleh aku kembali? Sebenarnya…
Aku sedang mencari,
Mencari, barang kali masih ada sekelumit aku dihidupmu saat ini.
Boleh aku kembali?
Untuk mengulangi, bila terlalu jauh…
Boleh aku kembali?
Untuk memperbaiki, bila terlalu rumit…
Boleh aku kembali?
Untuk mengenali bagaimana kita kini.



Sebuah Pengkhianatan
Oleh: Khifdiatul Lutfiah
 
Pengkhianatan selalu berada disini
Selalu bersembunyi tanpa ada rasa simpati
Otakku beku, logika mati
Busuk untuk kepentingan sendiri
                        Dulu yang selalu bersama
                        Dulu yang selalu tertawa bersama
                        Dulu yang selalu berbagi suka dan duka bersama
                        Dulu yang selalu bercanda bersama
Kau begitu tega kepadaku
Mengkhianatiku seolah-olah kau tak mengenalku lagi
Kini kau hanyalah tinggal bayangan

Senja Sore
Oleh: Khifdiatul Lutfiah
 
Yang tengah bercengkrama dalam keakraban hati denganmu…
Ku syukuri segala nikmatmu ya Rab
Ku tersenyum dalam sapaan rindu dan tersipu malu dalam cintamu
                        Tidak ada yang bisa ku ingkari
                        Rasa ini hadir dengan sendirinya
                        Engkau yang menanamkannya dihati
                        Kuingin terpatri dan takkan terganti
Aku sendirian hanya bisa menjalani
Segalanya engkau yang merencanakan dan menggariskan
Tak ada hak bagiku menolak kehendakmu
Karena seutuhnya yang ada padaku
Serta segala yang ada di alam dunia hanyalah milikmu


Pendosa
Oleh: Khifdiatul Lutfiah
 
Tuhan…
Ampuni dosa besar dan dosa kecilku
Dosa itu begitu nikmat, aku lupa diri
Tuhan, aku lemah dan lumpuh tanpa nikmatmu
Tapi … aku tak pernah sadar atas belas kasihmu
                        Banyak waktu yang ku buang
                        Karnaku tidak mensyukuri tiap detik nikmat yang kau beri
                        Dosa ini menyiksaku
                        Surga jauh dan tak kunjung mendekat
                        Hamba ini hina, pantaskah dapat ampunanmu ya tuhan…
Dosa ini memalukan, dosa ini memilukan
Dosa ini aku yang punya, dosa ini aku yang merasakan
Aku tersiksa aku terlena aku yang sakit aku yang terjangkit
Dosa ini terlampau banyak
Aku merasa terasing dari dunia
                       
Aku sudah berani malu pada dosa yang berlalu
                        Tapi melunasinya tak sekedar berbicara
                        Karena dari mulut mungkin saja basi
Aku berjuang menghapus dosa
Agar tidak malu ketika mati





AKU INGIN PULANG
Oleh: Larashati Setyo Ningtyas
 
Ajarkan aku bagaimana kau bisa menyembunyikan luka
Sementara kau masih dapat tersenyum
Dan bahkan kau tertawa untukku
Ajarkan aku bagaimana kau menabahkan hatimu
Sementara kau masih dapat terus berjalan
dan bahkan kau berlari untukku
Aku ingin kembali ayah
Di masa di mana aku masih dalam dekapan hangatmu
Kau yang masih mengusap air mataku saat aku menangis
Menenangkanku di saat aku gelisah
Ku pejamkan kedua mataku
Mencoba tuk mengingat kembali wajahmu
Mengingat senyuman itu
Ayah, aku rindu

Kau tahu?
Banyak sekali hal yang ingin ku ceritakan padamu
Aku ingin menceritakannya seperti saat dahulu
Saat2 aku seusai bermain bersama kawan2ku
Tapi kini, menceritakannya hanya akan menambah beban untukmu
Dan itu sangat mengganggu pikiranku


Sehat, sehatlah selalu ayah
Aku tau kau selalu mendoakanku tanpa ku minta
Agar aku tumbuh menjadi orang yang kuat dan tabah
Agar aku senantiasa merendahkan hati serta mengamalkan ilmu
Itu yang selalu kau ajarkan pada kami
Anak2mu


SEMI MEMUDAR
Oleh: Larashati Setyo Ningtyas
 
Masih ingatkah?
Ketika kita masih di sini
Berada di hamparan hijau dan teduhnya langit di musim semi
Menikmati hembusan angin
Menembus melalui celah2 pinus
Lalu kau akan mengambil nafas panjang
Mencoba rasakan dan menyatu dengannya
Masih ingatkah?
Permainan yang biasa kita lakukan
Kau mencoba untuk bersembunyi
Pada hamparan ilalang
Dan bagaimana bisa kau melakukan kebiasaan yang sama
Dengan sengaja  meninggalkan jejakmu
Agar aku dapat selalu menemukanmu
Kini semua telah berakhir
Dan kau masih bertanya mengapa aku ingin kembali?
Karena aku mencintaimu
Kau mengatakan semua akan baik-baik saja
Waktu yang akan membiasakanku menjalani hari tanpamu
Kau pikir ini semudah yang kau katakan
Jauh dari perkiraanmu

Yang ku tahu
Aku masih dapat melihatmu pada indahnya mentari pagi
Aku masih dapat mendengarmu pada desir angin sore
Aku masih dapat merasakanmu pada dinginnya malam
Hingga pada saatnya
Semua itu memudar


TELAH LALU
Oleh: Larashati Setyo Ningtyas
 
Aku tersenyum
Pada kedua tangan ini
Yang pernah kau sentuh
Yang pernah kau genggam dengan hangat
Aku tersenyum
Pada kedua kaki ini
Yang pernah kau ajak tuk berlari
Yang pernah kau kejar tuk menggapaiku
Dengan bodohnya aku seringkali bertanya pada diriku sendiri
Bertanya pada cermin
Bertanya pada udara
Hingga aku basah, aku menangis
Lagi, dan lagi
Aku melihatmu
Kau tersenyum dengan wajah rembulan
Pandangmu sayu
Dan masih menatapku
Apakah ini nyata?
Kau tak benar-benar berada di sini
Namun aku masih dapat merasakan hadirmu


Kini takkan ada lagi sapaan
Tawa atau pun kemarahanmu
Karena kau telah memutuskan
Kau dan aku takkan pernah lagi bersama




Oleh: Nur Chasanah Isnaini 
  
Aku tak mengerti dengan jalan pikiranmu
Kamu selalu melakukan hal yang sama
Dan dengan mudah
Kamu  biarkan itu berulang-ulang

Seperti komedi putar di wahana permainan
Berputar dan berulang
Membuat kepala terasa pusing
Rasanya ingin memuntahkan segalanya

Walaupun begitu
Tetap saja aku ingin memainkannya
Karena tiap putarannya
Terbuai aku masuk kedalamnya
Terperangkap aku dikegilaannya

Tapi tetap saja
Aku tak pernah jera
Masuk dalam permainnannya
Karena dengan begitu
Aku dapat merasakan kamu ada

Oleh: Nur Chasanah Isnaini 
 
Kamu selalu membuat cerita dihidupku
Entah itu gelap atau terang
Bukan abu-abu

Kamu alasan mengapa aku suka menulis
Entah itu sedih atau senang
Bukan ambigu

Kamu selalu ada ditiap kata kubicara
Entah itu benar atau salah
Bukan tak bermakna

Kamu alasan mengapa aku masih
Masih berkutat dimasa lalu
Masa yang membuatku menunggu

Kamu selalu menjadikanku objek kekesalan
Yang menjadikanku tempat pelarian
Yang membuat belenggu datang

Kamu alasan aku berkata “tak mengapa”
Karena asalkan kamu ada
Itu sudah lebih dari cukup


Oleh: Nur Chasanah Isnaini 

Melihatmu disore itu
Kita saling menatap
Dan akhirnya saling tersenyum
Aku berdiri sendiri
Kamu datang menghampiri
Dan kita bersama lagi
Kamulah senjaku
Senja yang membawa bahagia

Melihatmu disore itu
Kita saling menatap
Dan akhirnya saling membuang muka
Aku terpaku sendiri
Kamu berlalu pergi
Dan kita berpisah lagi
Kamulah senjaku
Senja yang membawa luka

Memang aku bahagia disisimu
Tapi aku juga terluka
Tak bisakah kamu
Tak sedikit – sedikit mendekatiku
Tak sedikit – sedikit menjauhiku
Karena perlu kamu ketahui
Kamulah senjaku
Senja yang aku nanti





GELISAH
Oleh: Ristya Kharisma Arswenna

Empat bulan penuh kegelisahan
Mempertanyakan sebuah kebingungan
Berdiam di antara ketidakjelasan
Merangkak mencoba bertahan

Entah hitam
Entah putih
Entah apa yang sebenarnya terjadi
Pergi dengan keabu-abuan

Ketidaktenangan perlahan terobati
Mencari cara mengikhlaskan pergi
Tetesan biru tak lagi sering membasahi
Semuanya berkat mengimani


RINDU MADU
Oleh: Ristya Kharisma Arswenna

Rindu rindu rindu
Rindu rindu madu
Madu rindu rindu
Rindu pada madu

Madu madu madu
Madu madu rindu
Rindu madu madu
Madu aku rindu

TATAPANMU
Oleh: Ristya Kharisma Arswenna

Tatapan matamu begitu tajam
Menusuk dalam jantungku
Seakan dunia menghujat
Begitu tajam bak belati

Entah apa maksud tatapanmu
Benci atau cinta
Ataukah hanya kiasan dalam bahasa penulisan
Wajahmu tampak berbeda
Tersirat sebuah kata

Bicaralah
Bicaralah agar kumengerti hatimu



PUDAR
Oleh: Rizky Fajar Novella

Bergelanyut dalam diam tak berucap,
Bergeming tak terdengar.
Gonggongan di tengah malam,
Meraung kesakitan tanpa batas.

Pudar…
Peluh tetes kerja kerasnya memudar,
Tak terlihat tak terasa.
Waktu mengayuh cepat,
Roda-roda berputar dengan lambat.

Pudar…
Menarik kebahagiaan hingga lenyap,
Tak berbekas, tak tersisa.
Bulir-bulir kristal menetes merah,
Menghantam pilu gundah.


ZEUS
Oleh: Rizky Fajar Novella

Dia berdiri menatap bumi,
Biru kelam matanya memandang.
Petir digenggamnya erat,
Terayun layaknya bianglala besar.
Dewa dewi tunduk padanya,
Mengikat janji hingga hayat tiba.
Mengangguk penuhi printahnya,
Perang tanpa takut pedang membelai mereka.

Hantaran amarah murka menerpa,
Mengayun getar hati yang lemah.
Tapi dia hanyalah sebatas dewa,
Tak ada yang melebihi sang Kuasa.


KELAM
Oleh: Rizky Fajar Novella

Tangan besi merujuk dingin,
Mengayun tak berbelas kasih.
Merah air mengalir deras,
Senyuman maut terpampang.

Kepakan sayap hitam terbuka,
Malayang layaknya elang memburu mangsa.
Memburu para nyawa berdosa,
Mengikatnya dengan cambukan.

Alis hitam tebal bertautan,
Senyuman maut termpampang lagi.
Melesat cepat bagai rudal,
Jeritan malam mengisi kekosongan.




Bayangan dalam Semu
(Romadotun Kasanah)
Tatapan mata hitam legap
Ketajaman menembus rasa
Terus melekat tak terkikis
Hinggap dalam jantung
Menggetarkan raga
Bersama arungan detik yang berjalan

Mata sembab bukan menangis
Bibir tersenyum bukan karna bahagia
Tapi seseorang
Dia datang dan pergi
Meninggalkan hati yang terusik kegelisahan
Meratapi hangatnya pesona
Dalam keheningan hati

Ketika semua mulai terpejam
Bayang-bayang semu berkeliaran
Melompat kian kemari
Seperti mendekat
Tapi tak ingin tersentuh
Pada apa pun

Berjalan Hari Minggu
(
Romadotun Kasanah)

Semilir angin
Berselimutkan awan suram
Aku terus berjalan
Menyusuri pepohonan yang melambai bersama terpaan angin
Satu dua angkot-angkot melewati
Sesekali beriringan dengan langkah kaki kecilku
Oh udara yang syahdu
Aku masih ingin lebih lama
Menikmati sejukmu
Tapi, kenapa kau tak bisa hentikan awan
Menahan gerimis yang mulai turun dan membasahi jaketku
Walau begitu, ketenangan belum juga pergi dari hatiku
Masih saja diriku dapat berjalan dengan santainya
Sambil menengok kanan kiri yang sunyi
Jalan setapak terus membujur di depan mata
Sungguh, indah dan tenteram seperti jadi milikku saat ini
Aku, tak akan menyesal
Berjalan kaki melewati minggu pagi

                Memoar dalam Sepi
            (Romadhotun Khasanah)

Bayangmu menghias dalam malam sunyi
Tatapan mata binar
Keindahan tiada tara
Senyum serentak merekah
Bersama deretan gigi di balik bibir
Jiwa terasa terbang
Tatapan mata binar
Kesejukan tiada tara
Oh tampan....
Kenapa begitu menggoda?
Jiwa berayun bersama angin
Lambaian mesra
Tak kuasa ku tolak
Wajah yang mempesona
Bahu yang hangat
Dekapan yang erat
Seperti mimpi nyata
Dalam kesepian semata...





Puisi 1
Oleh: Sintya Arlita
 
Mataku silau oleh sinar matahari
Matahari yang membakar jiwa
Matahari yang menelanjangi bumi
Matahari yang hanya dapat ku gapai sinarnya
            Ketika cucu adam merengek
            Pepohonan bergoyang berisik
            Membikin tuli telinga ini
            Kelam membelenggu
Matahari yang menggelora telah lengser
Aku meringkuk ketika tulang dihantam angin
Dengan tangan yang bergetar
Ku torehkan tinta hitam di atas kertas semen

Puisi 2
Oleh: Sintya Arlita
 
Kepala ini ditarik kuat oleh gravitasi
Hingga leher tak kuasa menopang
Mata ini merunduk terlalu berat
Hingga tak sanggup terbuka sempurna
Lengkingan yang memecut jantung
Hingga nafas menjadi tersengal
            Bibir tampak putih lengket
            Hingga tak mampu untuk berucap
Merasakan tubuh yang terkoyak
Terpaku, tak mampu bergerak                  
Menantikan sayap yang mengepak
Seraya menunggu datangnya terbang

Puisi 3
Oleh: Sintya Arlita
 
Hujan melebarkan sayapnya
Mengurung daratan dengan riuh rintiknya
Tubuh menggigil dengan kaki telanjang
Mata ini penuh hendak menumpahkan sesuatu
Tenggorokan ini sakit seakan tercekik
Larut dalam lamunan
Lamunan yang menuntun ke pusaran harapan


                                                                              


Resahku
Oleh: Wildan Bachtiar 

Aku,
Tak tahu mengapa.
Aku disini.

Lebih baik,
Aku tak berada.
Disini.

Mungkin,
Lebih baik aku turun.
Dan..
Meninggalkan panggung ini.

Seutuhnya
Oleh: Wildan Bachtiar  

Raga ini satu.
Bukan dua atau lebih.
Otak dan hati yang tak bisa dipisahkan.

Bukan malaikat dan juga bukan dewa.
Hanya seorang hamba yang mengharap ridha-Nya.
Bukan pula pelayan yang selalu ada untuk melayani.
Hanya membantu sekuat raga ini.

Tak mudah menanggung beban pundak.
Menjawab semua nafsu para manusia.
Hanya berusaha tersenyum dibalik topeng.
Mencampur segala rasa;
Marah, sedih, senang, susah
Dan melangtangkannya kepada angin-angin yang entah kemana.

Tak berharap lebih atau belas kasih.
Cukup Sang Pemilik raga ini tempat kita untuk kembali.

Cerita Mentari
Oleh: Wildan Bachtiar

Mentari terbit.
Menyapa tiap insan dan alam
Selalu ada cerita baru.
Setiap paginya.

Mentari terik.
Memberi semangat para pejuang.
Selalu ada hal baru.
Setiap siangnya.

Mentari terbenam.
Memberi keteduhan dalam raga.
Selalu ada keindahan baru,
Setiap sorenya.

Mentari tertidur.
Bulan dan bintang terbangun.
Selalu ada perputaran baru.
Setiap harinya.



Secercah Harapan Semu
Pengarang: Elda Destirini

Sinar dari cahaya sang surya menerangi dunia
Gemercik pancaran sinar yang datang memberi harapan
Ingin rasa memeluk pancaran sinar harapan itu
Namun apa daya ku tak bisa meraihnya
Tangan ku tak dapat meraihnya
Meski telah ku coba berkali-kali

Aku ingin pergi berlari dari semua ini
Melarikan diri dari kegagalan yang ku raih
Mungkin mengejar kabut
Kabut hitam yang datang seolah tak tau kemana arahnya
Kabut hitam yang misterius dimana ia menjadi caci makian
Kabut hitam yang merasa tidak salah tetapi ia harus pergi

Aku ini hanya manusia biasa, Tuhan
Aku lelah
Aku lelah menjalani ini
Aku ingin pergi ke pesisir
Ingin ku bermain bersama ketam
Menikmati indahnya pantai bersama ketam
Ketam makhluk ciptaanmu yang mencapit tajam itu
Aku ingin dicapit olehnya, Tuhan
Aku ingin terbangun dan disadarkan, Tuhan
Agar aku bisa tersadar bahwa hal indah ini hanyalah mimpi


Merintih Lelah
Pengarang: Elda Destirini
 
Saat aku terlelah dari apapun semua
Aku merintih kesakitan akan kelelahan yang aku pendam sendiri
Aku bertanya..
Adakah orang yang dapat menolongku?
Adakah orang yang dapat meringankan bebanku?
Sudah terlalu sering rasanya mereka mendengar celotehanku
Mereka hanya ingin mengetahui kisahku bukan membantuku...
Terkadang aku pedih...
Terkadang aku letih...
Adakah yang dapat mengerti aku?
Adakah yang dapat memahamiku?
Tersadar dalam posisi tersujud...
Aku memahami, kini hanya engkaulah yang dapat mengerti aku Tuhan...


Keadilan yang hakiki
Pengarang: Elda Destirini

Tidakkkkkkk adaaaa




Selamat Jalan
Pengarang: Ulya Tresna Safitri
 
Selalu lembut
Selalu harum semerbak                                        
Selalu indah jika dipandang

Tak ada yang boleh menyentuhnya
Tak ada yang boleh memandangnya
Tak ada yang boleh memilikinya

Ibu pun tahu,
Dialah sesuatu yang paling ku sayang
Menutupi dari sesuatu kekurangan

Mungkin sifatku yang berlebihan
Membuatnya seakan tertekan
Tertekan dengan segala keadaan
 pergi tanpa pesan dan alasan

panas itu seakan merenggut nyawanya
ya…jeansku terbakar panasnya setrika
api tanpa wujud membara
namun mampu melahapnya
selamat jalan jeansku

Egois
Pengarang: Ulya Tresna Safitri
Dimana ada kaca
Apa di rumah mu tidak ada kaca
Apa jendela rumah mu tidak terbuat dari kaca
Atau mungkin kau tidak tahu bentuknya kaca

Mungkin kesibukan itu telah mengangkat drajadmu
Pangkatmu telah membutakan matamu
Apakah burukmu sudah mencapai pucak
Atau masih dasar sebuah keegoisan

Lalu kapan kau mengakhiri egois mu
Apakah kami harus menjerit dulu
Baru kau sadar kelakuanmu

Aku takut jika jeritanku melemahkanmu
Karna jeritanku adalah kemuakan ku pada mu

Orang Gila Tanpa Nama
Pengarang: Ulya Tresna Safitri
Tawanya seolah tanpa sebab
Tangisannya juga tanpa sebab
Bahagianya adalah sebuah drama

Tiada detik tanpa tepuk tangan
Kemudian menyanyi
Kemudian menangis sambil meringis

Hina di mata yang memandangnya
Dianggap manusia tak bermoral
Tapi,itulah dia
Orang gila tanpa nama




Nabi Terakhirku
Karya: Riri Safitri
Melihatmu seolah jiwa ini jemu
Bagaikan bertebaran bunga-bunga di relungku
Paras tenang dan sahdu mu telah menenggelamkannku
Dalam buaian kata-kata bijak bibirmu
            Aroma khas tubuhmu bagai bak  telaga surga
Membawaku semakin jauh merana
Berenang pun aku tak bisa
Karena terbawa arus pancaran jiwa
Suaramu bagaikan merintihkan telingaku
Akan nyanyian kata-kata yang menyejukan jiwaku
Rasanya selalu terngiang dan terbesit indah di hatiku
Menusuk langsung rongga kokleaku
            Tak pernah kurasakan amis dalam lintasan sanubarinya
            Justru selalu manis kurasakan jadinya        
            Sekali hambarpun kutambahkan garam untuknya
            Sebuah hidangan kasih sayang teruntuk dirinya
Yah dirinya diri yang selalu ingin kuraba
Dengan tangan putih bersih bekas air wudhu yang suci amalannya
Menghias sahdu cinta kasih rahmat illahi robbi pada awalnya
Menjujung fatamorgana dunia penuh rasa dosa

GELORA
Karya: Riri Safitri
 
Aku bukanlah bandit cintamu
Cinta yang merenggut keabadian hatimu
Pikiran yang jahat tak akan kulakukan
Ya, tak akan ku lakukan karena ku mencintaimu

Cinta yang suci tak akan menembakkan pistol kematiannya
Pistol jiwa yang membawa merana
Merasuk terjerumus oleh dosa
Di kutuk dan dihujat yang Maha Kuasa
Karena cinta ini pun jangan lah kita menjadi Al Capone
Manusi bertopeng,penuh dengan sandiwara
Jahat, kejam, bengis namun berhati bak mawar semerbak




JIWA
Karya: Riri Safitri

Ya  aku bukanlah Imam Asy Syafii
Yang selalu bercumbu mesra dengan kitab Al-Muwathahanya
Akupun bukanlah Imam Malik
Yang hafal nasab dan sejarah Arab
Dan akupun bukanlah Ath Thabari
Seorang  ahli tafsir yang terkenal namanya
Aku juga bukan Siti Aisyah
Yang mampu menghafal hadist terbanyak dikalangan sahabiyyah
            Tapi, diriku hanya seorang hamba yang penuh akan dosa
Tak ada yang pantas aku banggakan akan diri ini kepadaMu
Hanya hitam yang kelam berbecak tulang kering yang busuk baunya
Hidup yang hanya penjara iman
Jiwa yang terlena akan rindangnya pohon tempat pengistirahatan semata
Membawa kaki melangkah bingung jadinya
Kadang hati merespon ke otak yang sedang merungkuk hambar jadinya
Meliuk-liuk bagai spiral tak ada ujungnya
                                                            Sebenarnya jelas kenapa aku tak membaca?
Benar kenapa aku tak memahaminya?
Lembaran Al-Quran  yang  jelas dari Allah
Tak pernah memuji dunia penuh fatamorgana ini
Begitupun dengan hadist Rasullulloh

Selama ini aku bagai orang buta
Buta dengan petunjuk yang ada
Allah berikan selalu aku hidayahMu
Bersujud tersungkur memuji namaMu
Lekatkan hati atas namaMu
Untuk selalu menjaga iman ini diatas jalanMu



Kosong
Pengarang: Aisyhah Nur Oktaviani
 
Ku ketuk-ketuk
Tak ada jawaban
Sekali lagi ku ketuk-ketuk
Tak ada suara
Kuberanikan membuka
Yang kudapat hanya hembusan angin
Tak ada seorang pun di di dalam
Hanya kekosongan yang ada


Bara Api
Pengarang: Aisyhah Nur Oktaviani
 
Warnanya merah menyala
Menyentuh berarti terluka
Ada yang mau memainkannya?
Aku rasa tidak
Dan jangan pernah mencoba bermain-main
Bisa saja dia balik mempermainkanmu
Dan melukai dirimu secara perlahan
Bersiaplah bara api menangkapmu

Bunga Tidur
Pengarang: Aisyhah Nur Oktaviani
 
Ketika mata ini terpejam
Ada cerita baru yang kutemui
Alurnya sedikit aneh
Tokohnya pun tak begitu jelas
Semuanya terlihat samar-samar
Setelah kubuka mata ini
Aku mulai tersadar
Kalau itu yang dinamakan
Bunga tidur
Ya bunga tidur
Yang mengantarkan ku bertemu seseorang
Seseorang yang sudah kukenal lama
Bahkan selama ini aku bermimpi



Suratan Kelam
Pengarang: Sayida Fitri Anisa
 
Tergambar dari ilalang panjang,
Bertinta hitam, air muka Asoka malang
Lompat, diam, tersentak lamunan
Tersurat tanda bermakna kelam,
Hilang lebur dalam makna

Lihai memainkannya,
sebagai jati dari diri
yang selalu tersebut hilang.
Mati dalam garis darah asa.

Pada Mata
Pengarang: Sayida Fitri Anisa
 
Warna-warni tali.
Saat ku pahami warna.
Tali itu berukuran,
Saat ku mengerti panjang dan pendek.
Di dadaku pun dada mu dan dada mereka.

Sering ku pertanyakan tali itu
Ketika rasaku masih polos

Boleh Kau tanyakan tali itu kepadaku
akan berakhir dimana tali dadamu.
Jujur saja ragu yang mereka nyatakan,
Tidak berlaku pada mataku.
Ketika rahasia dapat melihatku
Dan Aku dapat menyiratkan rahasia

Bukankah begitu yang didambakan.
Bak manusia candu harap pada cahaya yang turun ke ubun.
Ketika Kau dapat melihat rahasia
yang termangu menjadi masalah setiap urusan.
Bagiku tidak.
Untuk dunia yang terlampau lugu.

Titik Terang
Pengarang: Sayida Fitri Anisa
 
Kanan pisau, kiri garpu
Di meja bermenu batang kuldi.
Aku mendekat pada satu titik temaram,
entah apa temaram sering menawan.
Aku ingin terikat pada yang silam
Hilang dalam pekatnya hitam karena putih.



Mawarku
Pengarang: Mochamad Fajar Setiawan
 
Bunga bunga di petarangan mulai menguning
Pertanda lahan pun mulai  tak subur lagi
Begitu pun hatiku dan sebuah mawar merah dikamarku
Mawarku pun telah layu
Tak ada seorang putri yang mau merawatnya
Mengapaa...........
Dalam hati yang sepi ini bertanya
Tuhan apasalah mereka ?
Mereka cantik indah dan harum mengapa kau membuatnya layu ?
Tuhan tersenyum melalui bulan dan anginpun menutupi cahayanya
Ketika angin dingin itu berhembus menusuk hati
Kini aku menjadi tahu kenapa mereka harus mati
Peka lah terhadap alam maka alam pun akan memberi jawabanya

Terbit Bersama Sang Matahari 
Pengarang: Mochamad Fajar Setiawan
 
Dalam pagi yang gelap dan dinginya menusuk tulang
Terpijar sebuah kehangatan sinar putih....
Terlahir anak laki-laki kecil mungil tanpa sehelai benang melilitnya
Jeritan-jeritan kecil mulai mengisi dan menghangatka jiwa
Raja-raja langit melihat kebawah kedalam dunia yang penuh dengan sandiwara
Seakan mereka tahu bahwa anak ini akan menjadi orang yang berbakti
Didalam jiwa anak itu terukir bahwa ketika sudah sekali berarti sesudah itu mati
Dan didalam pepatah nusantara harimau mati meninggalkan belang
Namun jika manusia mati meninggalkan nama
Tak tahu kapan suratan takdir itu datang
AKU TERBIT BERSAMA MATAHARI
DAN AKU TENGGELAM BERSAMA SURATAN ILAHI.........


Tired 
Pengarang: Mochamad Fajar Setiawan
 
Tergeletak tubuh ini ditelan malam
Rasa sudah tak dapat lagi merasakan berputarnya dunia
Entah sudah sampai manakah cerita ini berjalan
Tak terasa lelah tubuh ini merasakan sakit
Apa yang engkau rahasiakan Tuhan
Hanya dengan petunjukmulah aku dapat berjalan



Kau Kepadaku tentang Dia
Oleh: Anggreana Pratiwi Queen Sipayung


Kala itu saat kita masih sedekat nadi
Kau benar-benar tunjukkan padaku
Apa itu arti kebersamaan
Apa itu arti keindahan
Ketika aku di sampingmu
kita berjalan, kita bertengkar, kita tertawa
kau membutuhkanku, begitu juga aku
banyak cerita yang selalu kau sampaikan padaku
bahagia saat mendengarmu bercerita
lebih sederhana lagi, bahagia saat melihatmu saja
banyak tempat yang menjadi saksi bisu kita
yang menjadi tempat saat kau bercerita kepadaku
dan aku hanya diam saja, melihatmu, mendengarmu bercerita
tahukah kau? Saat itu, saat kau bercerita banyak tentangnya
aku tak terlalu memperdulikannya
karena ketika berada di suatu tempat apapun itu
berdua saja denganmu sudah membuatku bahagia
walau cerita itu adalah selalu tentang dia
sahabatku, yang kau cintai


Setidaknya Pernah Bersama
Oleh: Anggreana Pratiwi Queen Sipayung


Hari demi hari yang kita lewati
Bagiku itu adalah hari yang menyenangkan
Mungkin kau tak sependapat denganku
Karena yang kau inginkan adalah dia
Sedangkan aku adalah jembatan
Tapi aku sangat menikmati ini
Menikmati kebersamaan yang berujung kepada rasa
Rasa yang salah, mungkin
Tapi apakah pantas rasa itu disalahkan ketia ia muncul saat seperti ini
Saat dimana kita sering bersama, kita sering bersentuhan

Meski yang selalu menjadi topik perbincangan adalah dia
Sahabatku yang kau cinta.
Saat itu kau bercerita kembali, aku ingat sore itu
Kau sedih, karena sahabatku tak kunjung memberikan hatinya
Kau selalu bertanya padaku, meminta saranku
Dalaam hati aku bertanya
Tak bisakah kau menikmati kebersamaan ini?
Tak bisakah kau melihat tatapanku?
Atau apakah hanya dia yang mampu memenangkan hatimu?
Saat itu kulihat kau begitu mengharapkannya
Sampai-sampai kau tak menyadari selama ini yang bersamamu
Menyayangimu seperti kau menyayanginya
Yah, setidaknya pernah bersama
Walau dalam keadaan yang tidak tepat


Kenangan dan Rindu
Oleh: Anggreana Pratiwi Queen Sipayung
 
Aku menginginkannya tapi kau begitu indah
kau begitu sempurna dan akulah penontonnya
Penonton yang hanya berjiwa penonton yang tak berani mengambil peran,
ah persetan dengan mengungkapkan,
aku pikir menikmati adalah cara satu - satunya untuk bertahan
meski ku tau ini tak kan bertahan lama
Setidaknya kita pernah sedekat nadi,
atau apakah hanya aku yang merasa kita sedekat nadi
yang mungkin kau simpulkan bahwa kita hanyalah sedekat matahari?
tentu bagiku itu sangat jauh, tapi bagimu berbeda
karena sedekat matahari maupun sejauh matahari bukanlah berarti apa-apa untukmu,
yang kau inginkan untuk sedekat nadi bukanlah
pada awalnya mengenalmu adalah suatu kebahagiaan
yang tak tau bagaimana untuk mengatakannya,
tawa yang tak biasa, bahagia yang berbeda
hingga semua menjadi kenangan yang sama sekali tak kuinginkan
kenangan? jika bisa aku tak pernah ingin ada kenangan,
tapi waktu selalu mengikuti arah dan aku bisa apa?
aku ada di bawah waktu yang mengikutinya.
Tapi setidaknya aku sangat bersyukur
Pernah melakukan banyak hal bersamamu
Dan Semarang adalah saksi bisu
Betapa indahnya rasa yang aku punya
Meski berujung pada hening yang tercipta akan kita berdua
Aku rindu, kita




Yang belum pernah ada
Pengarang: Bintang Aksama Dinihari
 
Dingin aspal pinggir jalan.
Pembatas jalan kita menepi, sepi.
Aku menunjuk langit hitam
sedikit bintang dengan securit bulan,
mengancam kita untuk jangan macam-macam.
Angin menderai pelan,
menuntun tanganku
menekuk jarimu, pelan.
kau diam saja, biar senyum yang bicara
apa ada yang bertanya?
apa aku bahagia?
kemari, akan kupukul kau tepat di kepala
Pada suatu petang,
yang belum pernah ada.
Selamat malam, cantik.
Setiap malam aku tercabik.
Sepi kelam semakin mengusik.
Dingin udara menyanyi tanpa lirik.
Menuntun kepala pena yang kucekik.
Menggores kertas yang tak lagi berkutik.
Ini tak lagi menarik.
Ketika cinta ku tak terbalas balik.
Namun kau tetap saja terlihat cantik.
Itu saja, titik.


Menjadi Aku
Pengarang: Bintang Aksama Dinihari
 
Dulu aku pernah sabar, hingga sekarang tidak ada bedanya
Dengan gelap malam yang selalu aku tentang dengan lampu-lampu temaram
Sampai lupa ada gelap lain setelah kelopak mata terpejam
Lalu lepaslah rindu membalas dendam
             Biar aku munafik
             Karena aku tidak mau jadi nabi sendirian
             Biar aku tercabik
             Karena aku tidak mahir jadi karang dalam peran
Karena hari kemarin tak akan pernah berubah
Seperti ketika aku berkata sudah karena lelah
Menjadi aku yang tak pernah temu
wahai kau, perempuanku.
Banjarnegara, 28 Agustus 2014



PELUKAN SEMU
Malam berganti malam
Dingin yang semakin tajam menusuk jiwa
Ingin rasanya kupeluk ragamu agar hangat tubuh ini seperti saat aku kecil dulu
Kurasakan kenyamanan yang entah mungkin tak akan ada lagi pelukan yang dapat menggantikan hangatnya pelukmu
Tapi kini hanya doa yang terselip sejuta kasih sayang yang dapat aku berikan untukmu
Maafkan diriku yang belum sempat menepati semua janji yang ku ucap padamu
Hingga dirimu pergi secepat itu
Walaupun ragamu kini tak lagi bisa bersamaku, tapi hati ini selalu hangat akan pelukan kasih dan cinta yang dulu sempat kau berikan untukku
Terimakasih atas semua perjuanganmu hingga dapat membuat diriku seperti sekarang
Tanpamu aku tak akan jadi apa-apa
Kaulah Satu-satunya wanita yang menjadi pahlawan dalam hidupku

Pengarang: Adhi Wahyu Pratama


Kesalahan
Malam telah berganti
Udara dingin menyapa tubuh ini
Di ruang yang kosong ini
Aku masih duduk termeneung
Memikirkan kesalahan
Kesalahan di masa lalu
Kesalahan yang mungkin sulit untuk dimaafkan
                        Jiwaku tak tenang
                        Kacau
                        Terasa hanccur
                        Oh Tuhan, akankah ku temui jalan keluarnya suatu saat nanti?

Pengarang: Adhi Wahyu Pratama

  
Kita
Di hari ini, satu tahun yang lalu
Kita pernah saling membahagiakan
Kita pernah saling menjaga
Sebelum akhirnya dipisahkan
                        Dan hari ini
                        Aku melihatmu sedang tersenyum bahagia
                        Bersama dia orang yang kau cinta
                        Kalian terlihat seperti kita dahulu
                        Begitu bahagia dan saling menjaga
Aku tak bisa menyembunyikan perasaan ini
Namun aku juga tidak bisa melwan garis takdir
Aku hanya bisa menerima kenyataan
Bahwa kini kau bukanlah milikku

Pengarang: Adhi Wahyu Pratama



Hilang
Pengarang: Rina Tri Andriyani
 
Ada yang janggal dari senyuman itu
Senyuman itu
Pelukan itu
Rasanya tidak sehangat dahulu
            Teringat akan kisah masa lalu
            Dimana semua masih terasa hangat
            Tidak ada kepura-puraan
Mengapa harus bertahan jika hanya berpura-pura
Kau buat luka yang semakin dalam
Sunguh….
Aku tak mampu lagi berkata-kata




Kau
Oleh: Lathifatul Ulya

Aku tak mengenal kau
Kau pun tak mengenalku
Lalu? Darimana kita saling tau?
Apa kau yang mencariku?
Atau aku yang mencarimu?
Ataukah kita sama-sama saling mencari?
Ah, sudahlah yang ku tau itu….
Kita memang dipertemukan oleh takdir
Anggap saja ini hadiah oleh-Nya
Dari doa-doa yang kita panjatkan

Cinta
Oleh: Lathifatul Ulya
 
kau datang bersama cinta
memadu kasih seindah cinta
tak kusangka kaulah yang kucari
indahnya hariku menatap dirimu
dan bahagianya diriku bersamamu
tak pernah ku sebahagia ini
menjalin sejuta kisah dan kasih
aku bersyukur mengenalmu
denganmu ku mengerti cinta
denganmu ku mengenal cinta
denganmu aku menatap indahnya dunia
dan denganmu…
betapa indahnya cinta dunia denganmu

Tak Selalu Indah
Oleh: Lathifatul Ulya 

awalnya kukira indah
tak ku sangka akan begini
mawar yang dulunya merah
kini layu dimakan luka
kecewa dan kesedihan itulah tandanya
salah apa aku padamu?
Hingga kau lupa dikala dulu
Awal kita bertemu, mengenal dan menjalin kasih
Bodohnya diriku ini..
Bermimpi tuk selamanya bersamamu
Kukira akan menjadi kenyataan
Namun memang itu sebatas mimpi
Hanya sebatas mimpi



IBU
Pengarang: Batari Arumdani
kau selalu tersenyum
kau tak pernah melihatkan kesedihanmu
kau selalu tegar menghadapi masalah
kau yang selalu memberikan pelukan hangat untuk ku
ibu
kau Tak pernah letih untuk menjaga anakmu ini
Rela mengorbankan semua hal, demi kebahagian ku
            Ibu
            Kau adalah sandaran ku
            Kau adalah panutan ku
            Karena tanpa ibu aku bukan siapa – siapa
            Terima kasih ibu, kau telah memberikan segalanya untuk ku
            Memberikan nasehat dan kebahagian yang kelak akan bermanfaat bagiku
            Maafkan aku ibu, jika tidak bisa membalas semua kebaikan mu
            Dan kebahagian yang pernah kau berikan kepadaku
            Ibu


Mimpi
Pengarang: Batari Arumdani
Senyuman itu jelas terlihat
Bercahaya ditengah kegelapan
Bak rembulan menerangi malam
Rinduku enggan meninggalkan sosok dirimu
Namun aku tidak ingin menyelam lebih dalam
Seperti pasir yang selalu ada di pinggir pantai
Kau seperti pelangi dalam hidupku
Memberi warna indah, disetiap aku memandang mu
Kau seperti bintang
Yang selalu menemani terangnya malam
            Namun terkadang kau hanya menjadi hamparan angkasa
            Yang ingin kumiliki, namun tak sanggup ku gapai
            Menghalangi jalan kedapan ku nanti.

Sahabat 
Pengarang: Batari Arumdani
Kau bilang aku ini teman
Kau bilang juga aku ini sahabatmu
Tapi kadang, kau bilang aku ini musuhmu
Kau ini siapa
Sahabat
            Iya, sahabat yang selalu pergi entah kemana
            Kau saja tak bisa mengenali dirimu sendiri
            Bagaimana kau bisa mengenali sahabatmu
            Kau hanya datang disaat kau butuh saja
            Apakah itu yang dinamakan sahabat
Entahlah




Kamu yang biasa-biasa saja,
Namun membuat aku tergila-gila,
Namun membuat aku patah hati,
Ini dari aku yang ingin melarikan diri dari rasa,
Ingin tidak ingat, ingin pura-pura tidak ada,
Ingin kembali ke hari pertama kali kita bertemu
lalu mengucap selamat…

Lesu dan Jemu   
Pengarang: Nurul Sabrina
                         
Lesu
Semua datang menderu
Laju bagai peluru
Masa begitu cemburu
Cepat sekali berlalu
Rasa tak cukup waktu
Jemu
Menjeruk rasa kalbu
Mata terasa layu
Rasa ingin beradu
…. Kuyu



Keinginan dan harapan
Pengarang: Nurul Sabrina
 
Keinginan itu laksana sebuah samudra
Yang tanpa tepi
Manusia hanya bisa berusaha
Karna kepunyaan insan yang mulia
Hanya harapan
Namun tak semua harapan
Akan berbuah kenyataan



Kesedihan
Oleh: Ratu Ana Sofiana

Malam itu, malam yang begitu indah kulalui bersama sahabatku
Tertawa tak kenal lelah sampai larut malam dan sampai tertidur pulas dengannya
Malam yang panjang se akan berhenti dengan deringnya telfon berbunyi
Terbangun dan bergegas mengangkat telfon
Suara yang begitu jelas tak tahu siapa yang berbicara
Hanya sepenggal kalimat berpesan menyuruhku untuk pergi untuk pulang ke rumah
Rumah yang selalu aku rindukan setiap saat
Bingung panik aneh yang kurasakan
Bergegas pulang mungkin jawaban yang tepat dari pertanyaan pertanyaan yang ada dibenakku
Waktu begitu singkat menjawab semua pertanyaanku
Bendera putih terkibar dengan tegakknya
Keramaian, tangisan se akan membawa kakiku melangkah lebih dalam ke rumah
Iya lebih dalam dalam pada kesedihan
Siapa kira pagi yang begitu indah menjadi pagi yang menyedihkan
Sesosok pria terkujur kaku di tengan ruang tamu dengan balutan kain putihnya
Berteriak menangis itu yang terjadi padaku
Mempikah pagi itu? Tidak! Semua benar benar nyata
Pagi yang indah membawaku pada pertemuan terakhirku dengan pahlawanku, Bapakku
Pahlawanku yang ku sayangi pergi dengan tenangnya
Tenanglah di alam yang lebih indah
Disini aku tersenyum iklas untukmu
Wahai pahlawanku Bapakku aku mencintaimu

Kamu
Oleh: Ratu Ana Sofiana
 
Waktu berlalu begitu cepat
Menghapus semua kesedihan yang datang menghampiriku
Seperti bunga yang layu se akan mekar begitu indah dengan cepatnya
Seperti itu pula diriku
Sesosok pria tinggi telah berhasil membuat kesedihan se akan sirna begitu cepat
Kamu, kamu yang jauh disana
Yang akan selalu aku rindukan selalu aku banggakan
Dengan tingkahmu dengan segala kata indahmu
Membuatku tersenyum setiap kali bersamamu
Tetaplah ciptakan senyumku dari dirimu
Akan ku tunggu kau di tempat terindah yang selalu kita impikan
Jarak kita tidak akan menjadi musuh terbesar kita
Tetaplah disati hati dan tetaplah bersamaku
Seperti bulan dan bintang yang selalu membuat indah di malam hari


Sahabatku
Oleh: Ratu Ana Sofiana
 
Hidup ini hampa jika tanpa seorang sahabat
Hampa jika tak dilalui bersama sama sahabat
Iya! Itu benar
Sahabat segala galanya
Tanpanya apalah kita
Sahabat ada tanpa kita suruh tanpa kita minta
Penasehat terbaik pendengar terbaik
Wahai sahabatku, yang tersayang dan terkasih
Jangan pergi dikala aku membutuhkanmu
Kemanapun kau pergi ingatlah aku selalu
Selalu dalam memorimu
Tak ada yang lebih bahagia jika kau terus ada disampingku
Wahai sahabatku

Hujan 
Oleh: Ratu Ana Sofiana
 
Seketika awan menghitam
Langit gelap
Seperti awan ingin berkuasa hingga menutup sang mentari
tetasan air langit pun mulai membasahi bumi
seakan awan sudah tak lagi dapat menampung keringatnya sendiri
tetesannya kini semakin deras, bagaikan pasukan yang mengepung bumi
namun selalu, kedatangannya membawa kesejukan bagi kehidupan
dan aku menyukainya

Ketakutan
Oleh: Ratu Ana Sofiana
 
Suasan ini mencekam
Suara petir yang setiap menitnya seperti menghantam bumi terdengar menggelegar
Aku hanya dapat terdiam seperti pengumpat
Di sini di ruang ini aku berteman dengan para benda mati
Tak ada cahaya yang terang
Hanya sepercik lilin yang berusaha tenang diterpa angin yang menyelinap masuk
Alis ku terus mengerut
Bibir ku tergigit
Mendengar gemuruh melodi langit
Siapa pun itu, ku mohon, temani aku



Cahaya Tanda Kehidupan
Oleh: Ratu Ana Sofiana
 
Jika berkilas balik
Dulu aku masih sangat kecil, belum terbentuk hingga akhirnya membentuk
Hidup didalam dengan nyaman dan terlindungi
Tak pernah aku lihat adanya cahaya namun aku dapat merasakan kehangatan
Gelap memang namun aku menikmati
Sembilan bulan aku hidup didalam
Berteman dengan gelap sebelum cahaya itu benar benar aku nikmati
Waktu itu pun datang, aku mulai merasakan seperti ada yang mendorong ku keluar
Disaat itu pun aku mulai menikmati cahaya
Entah apa yang aku rasakan namun aku menangis pada saat itu
Aku menyukai cahaya, karena bagi ku cahaya adalah tanda adanya kehidupan
Aku terlahir, aku hidup
Aku dapat melihat banyak warna yang tak aku temui saat berada didalam
Ya, cahaya ini menjadi tanda awal kehidupan ku di dunia




Hujan dan Senja
Pengarang: Rizky Nur Istiqomah
 
Seperti suasana di malam hari ini
Ku dapati senja jingga
di ujung sana
Dalam untaian hujan
yang turun di bumi
Dan resahpun men
gingatkan hati ini padamu

Ku nikmati
sedikit goresan waktu yang telah tiba
Di sudut
sana pandang penuh makna
Diamkupun merobek sebagian hati
Gelisahpun
hadir dalam sepenggal rasa ini

Hujan di senja
sore , kali ini dan di hari ini
Andai saja dapat kita nikmati bersama
Mes
ki tubuh kita mengigil dalam percikan
Namun matamu , menghangatkan hatiku


Rindu
Pengarang: Rizky Nur Istiqomah
 
Rindu, seperti apa rindu itu?
Akupun tak mengerti dengan rasa itu
Atau mungkin, rindu ini terlalu indah untuk aku rasakan?
Kau yang terpisah dengan jarak dan waktu

Aku, hanya bisa menunggu waktu untuk berjumpa
Tanpamu, langkahku semakin berat
Tanpamu, keindahan duniapun serasa hilang
Tanpamu, seperti sesat yang tak tahu arah

Aku merindukan semua tentangmu
Apakah, kamu merasakan hal yang sama?
Atau, hanya aku saja yang merindukanmu?
Ah, sudahlah.

Dalam Keraguan Aku Mencari
(Cahaya, Kabut, Ketam)
Pengarang: Rizky Nur Istiqomah
 
Ketika cahaya senja melukiskan awan dan langit
Di sini aku masih terdiam, terdiam memikirkanmu yang entah dimana
Dan ketika malam datang dengan penuh kerinduan
Aku masih saja terdiam, aneh.

Kasih yang di ujung hari itu
Ku ungkap saja dengan nyanyian senja
Suatu hari nanti, adakah yang akan mengerti?
Dan ketika malam datang, adakah yang akan peduli dengan semua ini?

Kemana diri ini hendak ku labuhkan?
Sedangkan arah saja tertutup dengan kabut.
Kabut yang hitam, gelap, dan yang pasti tak terlihat.
Namun, apakah kabut itu akan menghilang?

Cari cari dan tetap ku cari
Tapi, hingga saat ini aku masih belum menemukan mu
Sampai kapan aku harus mencari?
Mungkin, aku akan bosan dengan semuanya.

Kau tahu di dalam lautan itu ada kehidupan?
Kehidupan yang mempunya makna tersendiri
Hanya merekalah yang mengerti
Bicara terlukis tanpa suara yang tak terdengar

Dalam lautan itu pasti ada seekor ketam
Ketam yang bisa saja naik ke darat
Dan kemudian ia menyelam lagi ke laut
Ketam itu hanya bisa melihat, mendengar dan merasakan indahnya alam ini
Namun, kehidupanku bukanlah seperti ketam
Aku adalah aku
Ada rasa ingin bersama, untuk saling mengasihi, dan semestinya aku ada hati.
Hati untuk merindu dan di rindui.

Semoga, ketika cahaya senja itu menghilang aku bisa menemukan cahaya lainnya di pagi hari esok
Sekarang, cahaya adalah harapanku untuk menemukan mu
Semoga, ketika kabut itu menghilang, perasaanku masih tetap sama.
Dan semoga, kehidupanku kelak yang belum tentu kehidupanmu juga tidak seperti ketam di lautan itu.




Sesalku Telah Mencintaimu
Pengarang: Annisa Maghfirani Ramadhan
 
Tangisku bukan air matamu
Tawaku tak hadir dalam semyummu
Kenangan yang selalu menghantuiku
Menghantui di setiap ingin ku melupakanmu
            Entah berapa lama aku terdiam dalam lamunanku
            Entah berapa kisah harus kutulis dalam kisah ku
            Kumuak dengan kelemahanku
            Kubenci dengan kegagalanku melewati hari dengan bayangmu
Ku ingin pergi dari kenangan ini
Dari kenangan indah yang dulu pernah engkau beri pada ku
            Penyesalan memang tiada guna
            Karena sesalku telah mencintaimu

Kasihku dibuai Anganmu
Pengarang: Annisa Maghfirani Ramadhan

Engkaulah penjaga hati ini dari segala rayuan-rayuan yang ada
Hanya padamu kutambatkan hati ini
Kuingin memilikimu seutuhnya dalam jiwa dan raga
Tanpa terbuai anganmu yang penuh imaji
Memilikimu dalam tubuh ini
Menikmati jiwa raga ini bersamamu
Didalam angan ini kuserahkan hatiku untukmu
Wahai pujaan milikilah aku
Dalam nyata maupun fana

Baktiku untukmu
Pengarang: Annisa Maghfirani Ramadhan
 
Kau merawatku segenap hatimu
Tanpa pamrih dan imbalan
Membesarkanku dengan secercah harapan
agar kelak menjadi idaman
Bapak, kau berjasa bagiku
Menyayangiku dengan caramu
Tanpa peduli sakitnya dirimu
Ibu, kau berharap padaku
Dengan cahaya kasih sayang
Menghangatkanku hingga aku dewasa
Apalah dayaku
Yang hanya bisa membuat kalian bahagia
Dan tersenyum atas prestasi yang kuraih
Baktiku untukmu
Tidak akan cukup hingga akhir hayatku


Pemanah Dunia
Oleh: Nur Eka Wahyuni

Sekumpulan orang berbadan tegap
Dengan busur-busur azam dan tekad di tangannya
Tatapan tajam
Lengan yang kuat
Membuatnya tak pernah meleset

Panglima-panglima perang
Tak segelintir rasa takut di wajahmu
Meski nyawa jadi taruhan
Panglima-panglima perang
Taklukkanlah musuh-musuhmu

Panglima-panglima perang nan gagah
Bersiaplah untuk meluncurkan busur-busur azam dan tekad
Untuk mencapai kemengan bersama
Menggenggam dunia

Beku
Oleh: Nur Eka Wahyuni
Perasaan apa ini?
Rasa apa yang hinggap di dalam hati kecilku ini
Engkau yang selalu menghiasi wajahku dengan senyum kebahagiaan
kini justru menorehkan kebekuan diantara obrolan kami
dua mata yang tak lagi saling menatap
dan dua pribadi yang tak lagi bisa menyatu.
Aku tak sanggup hidup dalam kebekuan seperti ini
Ada kekosongan dalam hati ini
kehampaan ini membuatku tersiksa

Saat kucoba sedikit mencairkan dengan sebuah kata sederhana
Kau seolah tak melihatku
yang selalu menantikan kedatanganmu
menunggu cerita-ceritamu
merasakan keluh kesahmu dan selalu memperhatikan dari jauh

Kehangatan yang kau tawarkan
Kau ganti dengan sikap dinginmu
Sinarmu terlalu terang hingga
aku tak bisa melihatmu dengan jelas
bahkan aku tak bisa sedikit pun mendekatimu
Aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan
memperhatikanmu, menanti kehadiranmu
Kehadiranmu yang tak kunjung datang ....

Puisi untuk Ibu
Oleh: Nur Eka Wahyuni

Demi buah hati
rela kau taruhkan nyawamu
demi buah hati
kau korbankan waktumu

Nampak keriput raut wajahmu
tak nempak segelintir rasa lelah
semangat membara dijiwamu

Hari-harimu diwarnai
penderitaan, kegelisahan
dihiasi luka
mengalir sungai duka disekitarmu
tak jarang mata air
muncul dibalik senyummu

Sajadah usang yang setia menemanimu
Kusyuk do’a kau panjatkan untukku
Menghantarkanku kedalam istana kebahagiaan



Tangisan Permohonan
Pengarang: Adinda Ayu Khairana

Dibawah salah satu sisi langit,
Aku duduk di taman,
Malam itu disinari cahaya bulan dan lampu taman,
Dalam hati berbisik kerinduan yang amat mendalam,
Berharap suatu keajaiban akan dating padaku,
Membawa serta alunan kebahagiaan.


Minggu Hampa
Pengarang: Adinda Ayu Khairana
 
Kapan terakhir kali kita merasakan mata yang memandangi sibuknya burung gereja,
Hinggap diantara ruas pohon muda,
Bersiul menemani di pagi hari
Tarikan nafas lega sedalam dalamnya,
Tak akan ada lagi yang seperti itu lagi
Kita bahkan tidak tau apa mereka masih atau sudah tiada
mungkin, suasana dulu sudah berbeda dengan suasana sekarang
burung gereja yang malang…


Langit
Pengarang: Adinda Ayu Khairana
 
 Dari bentangan langit yang semu
Saat kemarau itu, kemarau bertadatangan perlahan
Berhembus panjang, Menyapu lautan yang biru
 Mengekal tanah berbongkahan menyapu hutan ….


LILIN
Pengarang: Eko Setiyono
 
Kau berikan cahaya dalam gelapku
Saatku bimbang untuk melangkah.
Duduk dan bersandarku digubuk sederhana
Kubiarkan kau berdiri di sebuah meja di ujung pagar kayu usang.
Terlelapku sebelum tersadar kau telah hanguskan satu–satunya yang berharga,
Tempat aku berteduh
Tempat aku berlindung dari dinginnya malam.
Sesalku tak kutaruh kau di tempatmu,
Tak kutunggu lenyapmu dari pandanganku.
Apakah ini keteledoranku?
Oh iyaa aku lupa
Aku benar-benar lupa
Akan keindahan yang selalu indah jika diperhatikan.

PENGAMEN
Pengarang: Eko Setiyono
 
Mentari bercahaya
Mentari bertahta
Bertengger di angkasa
Dengan terik di ujung kepala.
Ia menari diatas ramainya jalanan kota
Sang lampu tak mau berkompromi
Sang merah pun berganti menjadi hijau
Sudah saatnya ia menepi
Dan menanti untuk menari kembali

5 INDERA 
Pengarang: Eko Setiyono
 
Gubuk kecil diperbukitan
Diamku menatap alam
Hembusan angin hadirkan wewangian bunga alam ini
Kemercik air yang hadir menggoda dahaga,
Penyejuk walau tawar tanpa rasa.
Kembaliku duduk
Terdengar kicau burung bernyanyi
Berharap burung mendekat temani sendiriku.
Hinggaplah dilenganku!
Kan kubelai bulu-bulu halusmu.
Cibirku dalam hati



Da da
Pengarang: Nur Rizky Puspitasari

Da
Senyummu yang lepas itu selalu mampu memaksa mataku bergerak kesudut
Harum tubuhmu selalu mampu membuat hidungku berkoyak
Candaanmu selalu mampu memaksaku berhenti untuk membangun bincang
Da
Senyummu terlalu banyak
Harummu terlalu memikat
Candamu terlalu menulang
Da
Tinggalah disini untuk sepersekian detik
Berikan senyum, harum dan candamu untukku, da


Pasti Kamu
Pengarang: Nur Rizky Puspitasari

Dibawah lampu kota aku sendiri dengan rindu yang kurasa
Ditengah jalan raya aku masih merasa kau yang ada dalam dada
Getaran nada rindu terus kurajut sendiri
Menanti nanti doa ini teramini
Sampai semuanya tak sekedar kata dalam hati
Semua kata cinta pasti kamu
Semua rindu yang kurasa pasti kamu
Alasan aku tersenyum juga pasti kamu
Lalu apakah kau juga begitu?


Bagai percikan air di telaga sunyi
Kau mengoyak habis tubuh ini
Hancur berkeping tak besisa lagi
Cinta namun ku benci

Terang, gelap, terang lalu gelap lagi
Datang, pergi, datang lalu pergi lagi


Hati yang belabuh sudah tak mungkin berlayar lagi
Sudah habis daya dan upaya tuk mengayuh
Di hulu menunggu sebuah senja untuk datang
Merindukan bulan tuk menerang

Sudah
Akhiri dan bunuh rasa ini




Sakit
Pengarang: Septian Setyo Baskoro
 
Diriku ini tak berdaya
Memendam sakit yang sama
Untuk terulang-ulang
Sehat, kapankah kau datang
Aku merindukanmu sehat
Sakit, pergilah kau
Enyah dari diriku
Biar ku sambut datangnya sehat

Satu
Pengarang: Septian Setyo Baskoro
 
Hanya kau satu-satunya
Yang mampu menyadarkanku
Dalam setiap kekhilafanku
Hanya kamu satu-satunya
Yang aku puja-puja setiap malam
Dirimu bagaikan malaikat yang turun
Menemani hari-hariku
Tak peduli itu gelap, terang, suram. Maupun cerah
Satu

Murka
Pengarang: Septian Setyo Baskoro
 
Ya, aku murka akan semua yang mereka rusak
Bumi pertiwi kau babat kau hancurkan
Tanpa memperdulikan
Kami kaum marjinal
Yang hanya mengikuti tikus-tikus di negeri ini
Tidak ada yang benar ataupun salah
Tetapi kita dapat murka atas semua yang terjadi
Murka, murka ini tak berbalas apapun
Jika kita tidak bersatu
Melawan tikus-tikus yang ada



Labirin
Pengarang: Gitananda Putri. P
 
Di dalam semesta kata,
Aku lenyap.

Warna
Pengarang: Gitananda Putri. P
 
Aku adalah warna,
Antara merah dan ungu.
Yang bukan jingga,
Bukan kuning,
Bukan hijau,
Bukan biru,
Dan bukan nila.

Warnaku,
Aku, tak tergambarkan.

Waktu
Pengarang: Gitananda Putri. P
 
Jika ada yang fana,
Di sana pula ada yang kekal.
Keduanya berawal.
Yang fana berakhir,
Yang kekal tak berakhir.
Tetapi,
Bisakah yang berawal
tak memiliki akhir?

Cermin Tasbih
Pengarang: Resza Mustafa
Siapa aku?
Dalam butir-butir yang terputar.
Hitam. Gelap tanpa sinar.
Siapa aku?
Dalam tiap untaian.
Hitam. Sosok dari sebuah cerminan.
Siapa aku?
Dalam tiap lafadz.
Hitam. Terlayak lalat.

Kau suruh aku tertawa. Kau malah tertawa.
Kau suruh aku diam.Kau malah diam.

Aku ini hitam.
Kau berkata aku putih.
Aku ini putih.
Kau berkata aku hitam.
Hitam, putih, atau kuning kah?
Kau berkata aku kuning.
Aku ini hitam yang putih.
Aku ini hitam putih yang kuning.
Aku ini. Siapa?
Aku.
Hitam. Hitam. Hitam. Hitam. Hitam dan Hitam.
(Semarang, 7 Mei 2014)                                                                              

Pantaskah?
Pengarang: Resza Mustafa
Slalu dahulu sibukku. Dari
Pada Kau.
Slalu dahulu senangku. Dari
Pada Kau.
Slalu dahulu aku. Dari
Pada Kau.
Lalu. Pikirkanlah!
Apakah pantas. Kau kusebut Yang Maha Terdahulu?

Ku ulur slalu tiap waktu pertemuanku.
Dengan Kau.
Ku ulur slalu tiap urusan hubunganku.
Dengan Kau.
Ku ulur slalu tiap ucapan pujaanku.
Dengan Kau.
Lalu. Pikirkanlah!
Apakah pantas. Kau kusebut Yang Maha Mengetahui Segalanya.
Bahkan urusanku pun Kau tak tahu.

Tahukah Kau. Aku mencintaimu.
Tahukah Kau. Aku Memujamu.
Tahukah Kau. Aku takkan pernah pantas untuk bersama-Mu.
Kerena aku sadar. Aku tak sebaik harapan-Mu.
Karena aku sadar. Aku telah ingkari  janjiku.
Karena aku sadar. Aku hitam dan kelam.

Lalu pikirkanlah!
Apakah pantas. Kau kusebut. Tuhanku.

Kyai ku berkata. Tuhan ada pada dirimu.
Kyai ku berkata. Tuhan slalu bersamamu.
Kyai ku berkata. Tuhan adalah Tuhanmu.

Lalu pikirkanlah!
Apakah pantas. Kau kusebut. Aku.
Karena Kau, ada pada diriku.

Dari hambamu..
(Orang tolol yang tak kunjung pintar, yang selalu salah tiada benar).

Khusyu’
Pengarang: Resza Mustafa

Dalam khusyu’.
Terbahak-bahak tertawa.
Dalam khusyu’.
Berteriak-teriak gaduhkan suasana.

Tak habis.
Hatiku tiada setetes tangis.
Tak habis.
Aku lecehkan dengan meringis.

Nasi tanak yang belum matang.
Kucing yang seenakanya berjalan lewat depan melintang.
Mainan-mainan kecil yang melompat terbang.
Urusan yang terurai banyak di depan pintu gerbang.
Aku bodoh! Kau batas.
Dalam khusyu’ terucapkan.
Aku. Tak pantas.
Dalam khusyu’ terikrarkan.
Aku. Buta.
Dalam terang.
Aku. Tuli.
Dalam keramaian.
Aku. Bisu.
Dalam obrolan kebenaran.
Aku. Khusyu’. Dalam. Kehancuran.
Semarang, 13 Mei 2014



Pembunuh
Oleh: Purnomo Putro
 
Mild
Light
Kretek
Filter
Ketika perlahan membunuh
Seketika itu tubuh yang gelisah perlahan menjadi tenang
Asap yang keluar
Kenikmatan yang tak terkalahkan
Tembakau yang terbakar
Suara yang khas disetiap hisapan
Rasa yang khas disetiap jenisnya
Berbagai gaya saat mengeluarkan
Marlboro
Dji sam soe
L.A
Gudang Garam
Kapan aku menganggap semua itu teman? Apakah hari ini, detik ini, saat ini juga?
Lalu kapan aku menganggap itu sebagai musuh yang membunuh? Besok, lusa, setahun kemudian?
aku tidak tahu, tetapi sampai saat ini itu sebuah teman yang jahat sekaligus baik bagi diriku pribadi
aku membunuhnya, aku membakarnya, aku mematikannnya, aku menikamtinya
sebaliknya dia juga menikmatiku

PSK
Oleh: Purnomo Putro
 
Tubuh bohay, paras lumayan menjadi  modal utama perempuan malam itu
Berdiri, duduk,  merayu para lelaki hidung belang
Lelaki yang haus akan belain wanita
200 ribu harganya sekali ronde
Tetek kemana-mana
Belahan dada yang cukup menggoda
Rayuan halus dengan tutur kata lembut menjadi modal yang harus dilakukan
Mari mas sini sama aku, begitu kata yang diucapkan ketika seorang pria lewat di depan matanya
Pakaian mini yang di kenakan membuat lelaki hidung belang merangsang seketika melihatnya
Mampus kau tergoda olehnya

Sempurna
Oleh: Purnomo Putro
 
Kulit putihnya membuatku sulit untuk melepas pandangan ke dia
Ukuran tubuh yang pas sangat membuatku untuk selalu melihatnya
Mata indahnya yang selalu melirikku ketika aku sengaja memperhatikannya
Rambut halus lurus yang dimilikinya seakan-akan tak dimiliki orang lain
Hidungya, kakinya, tanganya, parasnya semuanya yang berkaitan dengannya aku nilai sempurna
Oh, aku tak kuasa kalau hanya melihatnya
Kalau saja aku lebih cepat mengenalnya mungkin saat ini juga aku bisa jalan dengannya
Tapi sayang, lelaki itu lebih beruntung dibandingkan aku.





Tikus Berdasi
Pengarang: Yudha Kurniawan
 
Ketika rakyat sedang meronta ronta
Ditengah paceklik kesejahteraan yang melanda bangsa
Sang tikus berdasi hanya duduk nyaman
Menikmati sekarung uang yang bukan haknya

Jabatan nan kuasa telah disalah gunakannya
Menjadikan si tikus berdasi jumawa tak kenal puas

Kau dipilih dari rakyat
Dan dipercaya oleh rakyat
Namun kau tak punya muka
Kau hanya memberi harapan palsu saja

Imbalanmu dari negara sudah lebih dari cukup
Namun kau tetap haus dahaga akan kepuasan materi semata
Kau curi materi dari negara ini
Yang membuat bangsa ini semakin pilu

Jelas caramu salah bung!
Kau menjelma menjadi tikus berdasi
Yang sangat amat merugikan bangsa ini
Sungguh kau tak punya hati untuk rakyat!
Saat kau jalankan aksimu, kau begitu semangat
Namun ketika aksimu terkuak? Kau pura-pura jatuh sekarat

Sungguh amat sangat memalukan perbuatanmu
Hukuman juga tak membuatmu jera
Membuat spesies tikus berdasi tetap berkembang biak juga

Apa yang salah dari bangsa ini?
Mengapa masih saja terlahir tokoh penghancur bangsa ini
Mari bersatu bangsaku, lawan dan basmi hama tikus berdasi ini!
Agar bangsa ini menjadi sejahtera abadi!

Merdeka!!

Dosa
Pengarang: Yudha Kurniawan
 
Hidup hina berlumur dosa
Banyak kelakuan negatif yang telah terlaksana
Khilaf pun menjadi alasan klasik yang sudah biasa

Mencoba memohon ampun kepada sang pencipta
Tapi ada daya, kelakuan hina dan bejat masih membudidaya
Hanya bisa meronta dalam hati dengan balutan dosa

Ratapan sesal yang dingin selalu menghantui
Gelap gulita hati akan setia menyelimuti
Neraka pun akan menyambutku dengan tawa jika ku mati

Balerina Bulan
Pengarang: Yudha Kurniawan
 
Maju mundur langkah kakimu yang anggun
Tubuhmu menghasilkan gestur indah
Lemah gemulai nan berenergi melengkapi dirimu

Putaran tubuhmu perlahan seperti kehidupan
Lentur reflek tubuhmu begitu penuh komposisi
Keseimbangan dan hentak kakimu mengisyaratkan perjuangan

Alunan instrumental membawamu seperti terbang
Menjejak kaki penuh rasa percaya diri
Setiap gestur penuh makna tersembunyi

Wajahmu tersenyum menikmati setiap gerakmu
Hatimu teguh mengatur setiap posisimu
Terkadang merendah dan meninggi mengikuti alunan

Kau seperti balerina bulan
Begitu cantik dan bercahaya kau disana
Menari indah dalam balutan cahaya bulan




Biarkan aku bicara (2015)
Oleh: Efita Nur Khoiriyah
Malam ini ku termenung sejenak,
Jenuh mungkin sudah biasa
Diam menjadi pelampiasan asa
Airmata kini tak mampu sembunyikan semuanya
Putus asa lah yang menampar jiwa
Lepas semua kenangan yang ada karena cinta tak pernah ada
Kau mau bilang apa?
Bukankah semua sudah aku lakukan?
Masih kurangkah?
Kesunyian ini merenggut separuh nyawaku
Meleburkan darah nan tulangku
Kini roboh seluruh urat nadiku
Apa kau tahu itu?
Kau hanya sibuk dengan duniamu
Tak pernah pedulikan aku
Tak pernah sedikit terlintas kasihmu, perhatianmu untukku..
Dimana saja dirimu?
Heehh.. Mungkin dirimu bisa bersikap seperti itu
Tapi apa kau memikirkan perasaanku?
Sudahlah, semua telah kita lewati dari tumbuhnya mentari hingga tenggelamnya senja
Bersama kejora malam ini aku bercerita
Hingga sekarang, bahkan kau tetap tak mengenaliku
Siapa aku?
Bagaimana diriku?
Kau tak tahu..
Harusnya kau tahu, bagaimanakah diriku hingga sekarang di sini
Kau tak pernah bisa merasakannya
Mungkin memang perasaan itu tidak ada, hanya kepura-puraan belaka
Begitukah?
Bersama malam (2014)
Oleh: Efita Nur Khoiriyah

Dikeheningan malam yang kian melarut merebak memudar
Dingin yang semakin menusuk tulang-tulang kecil ini
Dalam kegelapan diri merenung menembus sanubari
Diri ini telah mati karena kasih yang telah lari dan tak mungkin kembali
Yang mungkin tak mampu lagi menghempas sayap-sayap asmara

Wahai dewa malam dalam kegelapan
Dengar ratapan hati yang merujam tak bermuara
Kasih putih yang berbalut kehitaman bergulai serbuk debu
Kata manis yang pernah terungkapkan kini lalai merusak jiwa
Tinggal kenangan dan air mata yang menggelora

Rindu... Rindu itu datang ketika petang menghampiri
Diri ini merindu kasih yang dulu menyingsing dalam hati
Merindu kata manis belai kisah kasih...
Masih adakah madu kasih dalam jiwa yang teraniaya
Dalam badai cinta yang kian membara

Sampai kini rasa itu terus berdiam bagai parasit dalam hati
Kau taburkan benih kehalusan kasihmu
Kau manjakan dengan kata manis dari bibirmu
Kau pula merajut kasih merasuk kalbu bagai dewa asmara dalam jiwa
Dan kau jadikan diri ini sebongkah mutiara berbalutkan permata

Dan kini dimana diri manismu itu
Semua bagai malam tanpa bintang dan rembulan
Rona wajah tak lagi tampak menghiasi duka hati
Hanya mampu melepas ragamu
Berserakkan serpihan luka menusuk jiwa

Tak kusadari semua berakhir seperti ini
Janji itu kau hancurkan dengan dusta cintamu
Cinta bagimu hanyalah permainan kata
Yang mungkin tak pernah kau rasakan sucinya kasih cinta itu
Rindu, luka dan perih bersinambung dalam hati

Terjaga di sini (2015)
Oleh: Efita Nur Khoiriyah

Terjaga...
Sepi meranah dalam jiwa yang terhempas sunyi
Merajut di sini
Di bawah petang mengitari
Terjaga di sini
Termasyhur puji nan syukri tengadah dalam kelembutan batini
Jauh tertuju di sana
Sebagian nyawaku melayang memudar dari raga
Kasih nan sayang yang tak pernah pudar oleh terik mentari dan guyuran airmata langit
Tak pernah luntur oleh noda-noda khilaf
Tercurah tika diriku masih dalam rahimmu
Di tiap malammu
Hembus nafasmu
Bahkan urat-urat nadimu
Kasihmu terjaga
Desir darahmu untukku..
Kini ragamu jauh dariku
Lenyap dalam hening dunia nyata
Meringkuk tubuhku tanpa selimut
Tatapan kosong menembus masa lalu
Teringat kala kau di sampingku
Cium kecup pipi keningmu masih basah di sini
Bagai tanda kasihmu yang terakhir sebelum petang menjemputmu
Roda waktu yang tak mampu ku putar kembali
Merapuhkan jiwa yang merindumu
Masih terjaga di sini...






“Penari” ku
Oleh: M. Danang Ikhtiar
Sebenarnya, siapakah kamu?
Menari-nari sepanjang waktu,
Dalam dinginnya ruang hatiku
Apa kau tak lelah?

Pernah ku dapati kau jatuh
Aku mendekat lalu meraihmu
“Aku tak apa”
“Di sini saja, jaga aku yang menari padamu”
Katamu lalu tersenyum padaku


Dalam Dekapan Tuhan
Oleh: M. Danang Ikhtiar
 
Ini waktu telah ku habiskan
Pada malam setelah ku bersujud
Dengan sejuk dari air yang Kau curahkan

Rasa tubuh setelahnya kaku


Alamku, alammu juga
Oleh: M. Danang Ikhtiar

Kau tahu terik menyengatmu
Tetap saja kau tentang
Perih pada lukamu jadi panas
Gemeretak gigimu beradu,
Kau kesakitan tapi kau tahan

Kaki kurusmu mengarah ke sana
Ke bangunan yang dibatasi tembok besar itu
Sebuah cermin keadilan yang semena-mena
Pada rakyat
Ya, pada ku, kau juga

Lalu dengan tenang, kau dan teman-temanmu sampaikan
Maksud hati kalian
“jangan hancurkan alam kami”
“ini alammu juga”
Dan mereka diam

Lalu tertawa sinis




KHIANAT
Pengarang: Rosyida Qonita
 
Penat aku
dengan cengkrama yang kian basi
Sembari menyusun bulir manik-manik
Tak kunjung usai – baru kusadari
rantai ini tak pernah punya ujung

Kalian tertawa melihatku lari
Mengejar dan dikejar
Meraih dan diburu
Sudahlah, izinkan aku berhenti menguntai
Sesuatu yang tak akan kukalungkan ke leher sendiri

Menyakitkan
Khianat kalian basi dan memuakkan
Aku ingin berbalik
Kembali bercengkrama
dan meminta saran pada Tuhan


MANUSIA BUMI
Pengarang: Rosyida Qonita
 
Aku berada di sebuah tempat yang sangat asing.
Diutus untuk meneliti banyak hal tentang tempatku berada kini.
Orang-orang menyebutnya
“Bumi”.

Bumi.
Aku pernah sekali ke sini, seratus tahun sebelumnya.
Apakah seratus tahun bagi bumi adalah usia yang sangat tua?
Mengapa ada begitu banyak yang harus berubah?

Manusia berbicara dengan besi di telinga.
Orang-orang yang menjelma patung di depan layar.
Sekarang, banyak yang percaya diri
bahwa wajah mereka begitu cantik dan tampan
–seorang manusia yang kujumpai di gerbong kereta,
melukis wajahnya sendiri di kotak besi
dengan sekali tekan tombol.

Orang-orang mengangkat kotak yang sama dengan sebilah tongkat;
terangkat tinggi, dan entah mengapa
mereka merasa perlu bergaya dengan kening berkerut
dan bibir mengerucut.
Klik! Lagi-lagi, kotak besi itu
seperti mampu melukis wajah dengan teramat cepat.

Aku tersenyum. Kembali ke langit, ke tempat rumahku berada.
Apa yang bisa kuceritakan?
Bahwa para manusia di bumi seolah autis ketika
memegang kotak besi itu?
Bahwa seolah-olah mereka terhipnotis
dengan layar-layar itu?
Hahaha...
bahkan anakku yang bayi pun tertawa karenanya.


SEPIRING SAJIAN PENUTUP
Pengarang: Rosyida Qonita
 
Kita dipersatukan dalam sepiring sajian penutup
Aku adalah potongan strawberry segar
yang tersenyum pada kamu, si krim kocok lembut

Tempat dimana kita berdiam bagai singgasana
Orang akan tertawa senang melihat kita bersanding
Cocok sekali, bukan?

Puding setengah bulat dengan warna pelangi
Di bawahnya coklat manis dituang melingkar-lingkar
Aih… terasa benar kita di atas segalanya

Lalu, seorang gadis menyendok puding dan menyuapkan
ke dalam mulutnya yang mungil
Bersama krim kocok
Bersama coklat yang dituang melingkar-lingkar
dan menyisihkan strawberry

Tak tersentuh



Lampu Taman
Aku terhayut dalam pikirmu
Duduk terdiam melihat sekitar
Melihatmu, memukau
Berdecak genggaman dalam ingatan kabur
Lihatlah! Lampu taman itu indah
 Menerangi sekitar dengan cahaya
Seperti engkau, yang menerangi jiwa ini

Engkau
Aku bukan tuts piano, yang indah dimainkan oleh siapa saja
Tapi, hanya satu saja yang dapat aku terima
Aku bisa lebih indah dari padanya
Indah apabia engkau terhayut dalam pikiranku
Indah apabila engkau terhanyut dalam dekapanku
Terhanyut seperti engkau memainkan tuts itu

Kenangan
Diseberang sana dia mengenang
Jutaan air mata membasahi wajah
Mengenang kelam dari masa lalu
Ah! Masa lalu! Masa lalu! Masa lalu!
Kapan engkau pergi!
Ya pergi dan menghilang dalam ingatan ini
Pengarang : Dewi Anggita



                                                KOSONG     
Senyum ini tabu
Senyum ini kaku
Sejak perpisahan itu
Hampa sekali hatiku
Sempat,,daku berfikir tak bisa hidup tanpanya
Tapi nyatanya..aku lupa,
Ya, lupa akan kesakitan itu
Semua kenangan burukku dg dia lelaki tak tahu malu
Tak tertinggal sedikitpun dalam benakku
Kini,, hati ini ksong
Bagai ruang tak bernyawa
Entah sampai kapan?
Mungkin nanti
Ya, nanti saat pangeran dambaan datang untuk mengisi ruang ini
Untuk membuat senyumku indah berseri kembali

KAU GILA
Kau fikir hatiku batu?
Yang kuat walaupun di terjang tsunami
Jika demikian,,
Sadarkah kau?
Batupun akan rapuh, akan hancur jika berulang diterjang badai
Kau fikir aku ini apah?
Datang dan kembali seenaknya
Tak punya moral !!!
Membuatku ingin lari..
Ya, lari ke pantai, atau mungkin belok ke hutan !
Malam terang ,,,
Langit bersih tak tersaput awan bintang
Tumpah mengukir angkasa
Membentuk formasi
Angina malam, membelai rambut
Menelisik, bernyanyi menelisik bernyanyi
Disela sela kuping,
Gema takbir memenuhi jalanan
Kenangan melingkupi kota kami
Beduk digebug bertalu-talu
Dalam irama rupa-rupa kasidahan
Menyerupai orkes melayu, dangdut, sedikit nge-rock

Pengarang : Nur Baeti Amalia

Sepotong Senja yang Dicuri Pacarku  
Untuk SGA
Sejak kutitipkan jiwa padanya
aku tak lagi bisa menemui senja yang kupuja.
Dan pagi menjadi fenomena terhina di dunia.

Matahari, sang pendusta, merusak tatanan semesta
Dengan menghadirkan cahaya.
Sebab siang adalah semu, kata pacarku,
sambil membawa lari senjaku.

Celanaku Dibakar Ibu
Untuk Jokpin
Ibu selalu bilang sulit untuk mencari uang.
Jadi sulit untuk membeli makan.
Jadi sulit membikin perut kenyang.
Jadi sulit kebelet buang air besar.

Katanya itulah kenapa
Dapur orang Jawa luas,
dan kamar mandinya kecil,
bahkan kadang tak ada.

Suatu hari aku menjual ijazah SD-ku ke orang,
Uangnya kubuat beli beras. Dan celana, diam-diam.

Saat kutunjukkan padanya, ia justru marah-marah.
Aku ditamparnya, celanaku dibakarnya,
tapi berasku tetap dimasaknya.
Dan aku menangis memakannya, tanpa pakai celana.

Doa Jahatku
Untuk CA
Tuhanku,
dalam kamarku, aku termangu:
kapan Kamu beri pacar buatku?
Aku membaca buku, katanya di mushala mana saja
aku bisa menemukan-Mu, dan menyampaikan niatku.
Yang kutemukan di sana justru
senja dan celana yang berdebu.

Tuhanku, di mana Kamu?
Di mana pacarku?

Pengarang : Irman Hidayat



Serigala di Bilik Singa

Ku daki malam ini segelas demi segelas.
Ditenggelamkan debur ombak cahaya bulan.
Dengan asa yang masih ku kepal di tangan.
Malam ini harus terbayar tuntas.

Berarmadakan kawanan bintang.
Jelas tekadku sudah lantang.
Jelas bulan hanya milik malam
Jelas saat itu siang telah benam.

Kau tau?
Menari diantara kerumunan singa luka
Tak lantas membuatku enggan tertawa.
Kudapati seraut muka penuh canda,
Penuh tawa, tampak terjejali bahagia.

Dari balik jendela,
Jendela kamar pengantinmu, Adinda.



Sarapan

Pada suatu pagi.
Mentari menghidangkan semangkuk pagi
Kicau burung dan udara sejuk
Lengkap dengan suwiran embun di sana dan sini.

Namun ada juga yang mengharap
Bubur mendung dengan sedikit kuah gerimis
Bukan sebagai sarapan,
Melainkan hidangan penutup.

Mereka yang mengharap
Bubur mendung dengan sedikit kuah gerimis
Mereka adalah yang sudah sarapan
Sarapan dengan hidangan pembuka penghias ranjang.

Bagaimana dengan sarapanku?
Masih menunggu recehan
Hingga mampu pergi menuju kedai yang ku mau.
Pura-pura Pura-pura

Aku hanya berpura-pura mencintainya.
Berpura-pura mengenalnya.
Berpura-pura mencanda.

Berpura-pura bahagia di dekatnya.
Berpura-pura bahagia bersamanya
Itu semua agar dia bahagia.

Sering pula aku pura-pura bertanya hal biasa.
Bukan apa-apa hanya ingin mencairkan suasana.
Bukan apa-apa hanya ingin melihatnya tertawa.

Aku tau Ia sedang dilanda cinta.
Hingga Ia tenggelam dibuatnya.
Hingga ia tak lagi mengenal logika.

Sering pula aku pura-pura bertanya
Dua ditambah dua.
Padahal aku tau hasilnya lima.

Pengarang : Agus Wibowo



CINTA
Cinta satu kata mengandung berjuta makna
Cinta bukan secarik kertas penuh akan kata
Cinta bisa membuat kita menangis dab tertawa
Karena cinta hidup berwarna

LONCENG KERINDUAN

Lonceng ini kini tlah berbunyi
Apa lonceng itu dapat menjawabnya
Aku rindu kamu, apa kamu begitu
Ntah lah, yang pasti rinduku ini masih belum terbalaskan
Jika kelak kita bertemu dan sebelum aku pergi
Izin kan aku mendengarkan bunyi lonceng itu
Agar ada sedikit senyum ketika aku pergi

BINTANG HARAPAN

Ketika kaki melangkah berpijakan duri
Aku mulai memandang kedepan dan terus mencari
Saat aku tersadar
Aku melihat sebuah bintang yang bersinar terang
ingin hati untuk menggapainya
Namun kaki ini terlalu sakit untuk melangkah
Angin yang berhembus kencang
Membuatku menoleh ke belakang
Seketika aku mulai melihat secerca harapan
Lihatlah kelak lihatlah nanti
Aku akan kembali dengan membawa bintang yang akan menjadi sinar kebahagiaan

Pengarang : Rihada Nandar







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritik Sastra: Psikologi Tokoh dalam Cerpen Topi Helm A.A. Navis

Buku Robohnya Surau Kami karya A. A. Navis. Foto: Asep Sopyan Sinopsis cerpen "Topi Helm" dalam Robohnya Surau Kami A.A. Navis Topi Helm Tuan O.M (Tuan Gunarso) adalah seorang opseter pada sebuah bengkel kereta. Tubuhnya pendek, namun dia sangat berwibawa karena topi helm yang dikenakannya. Hal itulah yang membuat dia dijuluki sebagai Si Topi Helm . Kewajiban Si Topi Helm itu membuat ia juga ditakuti oleh para pekerjanya. Namun ketakutan itu malah justru dijadikan sebagai candaan atau olok-olok para pekerjanya. Ketika mereka sedang asyik mengobrol sambil bekerja, seringkali ada yang mengatakan “Ssst... Si Topi Helm”. Tentu saja para pekerja itu tunggang langgang dan pura-pura untuk bekerja dengan rajin, seolah-olah mereka tidak pernah mengobrol ketika bekerja.  Hinggaa Tuan O.M harus dipindahtugaskan ke Bandung dan memutuskan untuk memberikan Topi Helmnya kepada Pak Kari, pekerjanya pada bagian rem. Tentu Pak Kari merasa sangat senang mendapatkan Topi Helm i...

Penelitian: Tradisi Buka Selambu di Bakaran Wetan Pati

Mbah Karno, juru kunci makam Ki Dalang Soponyono, saat prosesi Buka Selambu. Foto: Zahid Aofat Tradisi Buka Selambu banyak dijumpai di berbagai daerah, khususnya di Jawa. Salah satunya di petilasan Ki Dalang Sopo Nyono dan Nyai Ageng di Desa Bakaran, Juana, Pati. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan berbudaya merupakan sebuah harmonisasi lingkungan yang kompleks. Dalam perkembanganya, di Indonesia mempunyai beragam tradisi kebudayaan yang beragam, baik dari segi kesenian maupun asal-usul cerita dan legenda. Budaya yang menjadi embrio keberlangungan peradaban sebuah wilayah, selalu memberikan keharmonisan kehidupan antara tingkat kemajuan zaman dan lokalitas budaya yang bertahan. Hal ini mendorong berbagai macam metode penelitian dalam cara mempertahankan dan menjaga keaslian tradisi tersebut, tentu saja hal ini tidak akan berlangsung  hanya dengan  ilmuan yang apatis, dari sisi lain kita pertama-tama wajib mengetahui apa itu kebudayaan. Mengutip arti kebudayaan...